Apa pandangan pendiri bangsa terkait isi mukadimah terutama frasa ketuhanan

Berikut ini adalah pertanyaan dari annisarhu2443 pada mata pelajaran Ujian Nasional untuk jenjang Sekolah Menengah Atas

Apa pandangan pendiri bangsa terkait isi mukadimah terutama frasa ketuhanan

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Pandangan para pendiri bangsa terkait isi Mukadimah

Rancangan Mukadimah atau preambule yang dibacakan Soekarno segera mendapatkan komentar dari para pendiri bangsa yang hadir dalam sidang kedua BPUPKI.

Isi Mukadimah yang menjadi sorotan terutama frasa "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Salah satu yang menyatakan keberatannya terhadap frasa tersebut adalah Latuharhary, yang menilai dapat menimbulkan kekacauan misalnya terhadap adat-istiadat.

Menanggapi keberatan tersebut, Agus Salim menjawab bahwa pertikaian hukum agama dengan hukum adat bukan masalah baru dan pada umumnya sudah selesai.

Lalu, ketua sidang Dr Radjiman Wedyodiningrat memberikan tanggapan bahwa preambule adalah hasil jerih payah antara golongan Islam dan kebangsaan.

Sehingga apabila kalimat itu tidak dimasukkan, maka tidak bisa diterima oleh kaum Islam.

Wongsonegoro dan Djajadiningrat kemudian berkomentar, frasa itu mungkin menimbulkan fanatisme karena seolah-olah memaksa menjalankan syariat bagi orang-orang Islam.

Wachid Hasyim juga memberikan komentar, “Mengingat kepada dasar permusyawaratan sebab paksaan-paksaan tidak bisa terjadi. Jika ada anggota yang menganggap kalimat ini tajam, ada juga yang menganggap kurang tajam.”

Setelah itu, Dr Radjiman mengatakan karena pokok-pokok lain tidak ada yang menolak, maka preambule dianggap sudah diterima.

Hadikoesoemo mencoba angkat bicara dan memberi masukan supaya "bagi pemeluk-pemeluknya" dihilangkan saja.

Namun, Soekarno menolak usulan tersebut. Pada akhirnya, anggota sidang menerima dengan suara bulat Mukadimah atau yang kemudian disebut Piagam Jakarta.

Meski telah disepakati pada sidang BPUPKI, frasa "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" terbukti menjadi masalah setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan.

Tersiar kabar bahwa rakyat Kristen di wilayah Indonesia timur akan menolak bergabung Republik Indonesia apabila syariat Islam masuk dalam UUD.

Menanggapi hal itu, Moh Hatta mengumpulkan wakil golongan Islam seperti Wachid Hasjim, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Mohammad Hasan untuk membicarakan persoalan itu.

Dalam pembicaraan informal, akhirnya disepakati bahwa frasa "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa" demi persatuan dan kesatuan.

Piagam Jakarta setelah itu diubah menjadi Pembukaan UUD.

Penjelasan:

semoga membantu ya :)

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh ramadhania561 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Sun, 13 Nov 22