Penjelasan:

Contoh kasus konflik yang terjadi akibat aktivitas dakwah yang tidak memperhatikan aspek-aspek sosiologis adalah konflik antara kelompok Salafi dan kelompok Nahdlatul Ulama di Indonesia. Kelompok Salafi melakukan dakwah dengan cara yang sangat konservatif dan seringkali memandang kelompok lain yang tidak sejalan dengan pandangan mereka sebagai sesat atau kafir. Hal ini menyebabkan konflik dengan kelompok Nahdlatul Ulama yang memiliki pandangan yang lebih moderat.

Penyebab dari konflik ini adalah kelompok Salafi tidak memperhatikan aspek-aspek sosiologis dalam melakukan dakwah mereka. Mereka tidak memperhatikan keberagaman masyarakat Indonesia dan kebebasan dalam beragama yang dijamin oleh konstitusi. Sebaliknya, mereka memaksakan pandangan mereka kepada masyarakat, bahkan dengan cara yang kontroversial seperti menyerang tradisi dan kepercayaan lokal.

Dakwah yang berspektif sosiologis seharusnya memperhatikan konteks sosial, budaya, dan agama di mana dakwah dilakukan. Dakwah seharusnya dilakukan dengan cara yang tidak merusak hubungan sosial dan tidak memaksakan pandangan kepada masyarakat. Sebaliknya, dakwah seharusnya dilakukan dengan cara yang menghormati keberagaman dan kebebasan beragama, serta membangun dialog dan kerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda pandangan. Dengan cara ini, dakwah dapat menjadi sarana untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, bukan sebaliknya menjadi sumber konflik dan perpecahan.