Berikut ini adalah pertanyaan dari istritnyatoji pada mata pelajaran Seni untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Ayo nomer 1 aja numanyan poinnya gede
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Seperti diterangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah ‘moral’ adalah ajaran baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila; atau kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan; serta ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Namun demikian, dalam prakteknya, tak semua orang membuka kamus. Kebanyakan diantara kita memahami ‘moral’ melulu dalam pengertian sebagai tata nilai yang baik dan luhur, tanpa menyadari lagi bahwa pengertian itu berkaitan dengan sumber-sumber ajaran kesusilaan yang representasikan melalui suatu narasi. Pengertian ‘moral’ bahkan sering terlupakan juga berarti sebagai kondisi mental atau perasaan yang direpresentasikan sebagai ungkapan atau perbuatan. Ihwal representasi itulah yang menghubungkan persoalan seni dengan moral.
Sejarah persoalan tentang relasi seni dan nilai-nilai moral telah berlaku panjang. Masalah ini tak hanya mencakup soal bagaimana ‘penilaian moral berlaku bagi seni’ atau karya seni, tetapi juga berlakunya persoalan ‘penilaian moral seni’. Dalam tradisi padangan estetik yang berlaku hingga kini, terdapat dua kutub yang sering diposisikan sebagai sikap yang bertentangan. Terutama melalui perkembangan prinsip-prinsip seni dan penciptaan seni yang kemudian dianggap memiliki sikap otonom, maka berkembang kepercayaan bahwa penilaian moral tentang seni berlaku terpisah dengan penilaian moral tentang pengalaman dan prektek kehidupan. Seni dianggap memiliki wilayah moralnya secara tersendiri, dan hanya bisa diuji melalui caranya sendiri secara khas. Pandangan ini disebut sebagai sikap ‘nominalisme’, didukung kaum ‘nominalis’, yang berkembang terutama seiring dengan pertumbuhan prinsip-prinsip modernisme dalam seni. Pandang yang lebih ‘tradisional’, disebut sebagai sikap ‘utopisme’; dan kaum ‘utopis’ menganggap bahwa moral seni justru berkaitan dengan perkembangan nilai-nilai dalam pengalaman hidup. Kedua pandangan ini sebenarnya memiliki titik pijakan yang sama, yang berusaha menempatkan posisi penting seni dam moral dalam peningkatan kesadaran manusia tentang nilai-nilai hidup. Dalam perkembangan seni hingga saat itu, kedua pandangan itu tak lagi dilihat sebagai dua kutub yang seolah berbeda sama sekali dan tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya, selain justru sebagai aspek-aspek dualitas yang saling memperkaya makna kesatuannya.
Pada hubungan seni dan moral, sebenarnya terdapat aspek lain yang turut memperkaya pembicaraan tentang kaitan diantara keduanya, yaitu: kebebasan. Baik kaum nominalis maupun utopis sama-sama mensyaratkan pembicaraan tentang kebebasan. Kaum utopis percaya bahwa seni berkaitan dengan ontologi fiksi dan representasi, dengan demikian maka seni dan karya seni dianggap memiliki kapasitas untuk menunjukkan bahwa dunia dan segala pengalaman hidup itu bisa berlaku sebagai hal yang terjadi sebaliknya, atau: lebih baik. Maka seni dan ekspresi seni dianggap berlaku sebagai unsur yang akan mampu menghidupkan imajinasi setiap orang tentang nilai-nilai moral, dengan demikian seni berlaku membebaskan [beban] seseorang yang tumbuh dari pengalaman hidupnya. Bagi kaum nominalis, cara menghidupkan kebebasan imajinasi seni secara khusus dan khas yang paling mendapatkan perhatian. Imajinasi estetis tak hanya menggerakan kebebasan para seniman menyatakan representasi tentang nilai-nilai moral, tetapi juga menghidupkan kebebasan pihak yang menanggapi nilai-nilai moral melalui karya seni tersebut. Tentu saja, ihwal kebebasan estetis ini berlaku sebagai nilai pengalaman yang khusus, yang memisahkan pengalaman dan praktek hidup yang langsung dengan nilai-nilai pencapaian yang ditempuh melalui seni dan ekspresi seni. Kaum nominalis mendukung pentingnya aspek imajinasi estetik ini sebagai pra-kondisi penting bagi penilaian moral dan sikap otonom yang bersifat politis.
Jadikan jawaban tercerdas ya
Sejarah persoalan tentang relasi seni dan nilai-nilai moral telah berlaku panjang. Masalah ini tak hanya mencakup soal bagaimana ‘penilaian moral berlaku bagi seni’ atau karya seni, tetapi juga berlakunya persoalan ‘penilaian moral seni’. Dalam tradisi padangan estetik yang berlaku hingga kini, terdapat dua kutub yang sering diposisikan sebagai sikap yang bertentangan. Terutama melalui perkembangan prinsip-prinsip seni dan penciptaan seni yang kemudian dianggap memiliki sikap otonom, maka berkembang kepercayaan bahwa penilaian moral tentang seni berlaku terpisah dengan penilaian moral tentang pengalaman dan prektek kehidupan. Seni dianggap memiliki wilayah moralnya secara tersendiri, dan hanya bisa diuji melalui caranya sendiri secara khas. Pandangan ini disebut sebagai sikap ‘nominalisme’, didukung kaum ‘nominalis’, yang berkembang terutama seiring dengan pertumbuhan prinsip-prinsip modernisme dalam seni. Pandang yang lebih ‘tradisional’, disebut sebagai sikap ‘utopisme’; dan kaum ‘utopis’ menganggap bahwa moral seni justru berkaitan dengan perkembangan nilai-nilai dalam pengalaman hidup. Kedua pandangan ini sebenarnya memiliki titik pijakan yang sama, yang berusaha menempatkan posisi penting seni dam moral dalam peningkatan kesadaran manusia tentang nilai-nilai hidup. Dalam perkembangan seni hingga saat itu, kedua pandangan itu tak lagi dilihat sebagai dua kutub yang seolah berbeda sama sekali dan tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya, selain justru sebagai aspek-aspek dualitas yang saling memperkaya makna kesatuannya.
Pada hubungan seni dan moral, sebenarnya terdapat aspek lain yang turut memperkaya pembicaraan tentang kaitan diantara keduanya, yaitu: kebebasan. Baik kaum nominalis maupun utopis sama-sama mensyaratkan pembicaraan tentang kebebasan. Kaum utopis percaya bahwa seni berkaitan dengan ontologi fiksi dan representasi, dengan demikian maka seni dan karya seni dianggap memiliki kapasitas untuk menunjukkan bahwa dunia dan segala pengalaman hidup itu bisa berlaku sebagai hal yang terjadi sebaliknya, atau: lebih baik. Maka seni dan ekspresi seni dianggap berlaku sebagai unsur yang akan mampu menghidupkan imajinasi setiap orang tentang nilai-nilai moral, dengan demikian seni berlaku membebaskan [beban] seseorang yang tumbuh dari pengalaman hidupnya. Bagi kaum nominalis, cara menghidupkan kebebasan imajinasi seni secara khusus dan khas yang paling mendapatkan perhatian. Imajinasi estetis tak hanya menggerakan kebebasan para seniman menyatakan representasi tentang nilai-nilai moral, tetapi juga menghidupkan kebebasan pihak yang menanggapi nilai-nilai moral melalui karya seni tersebut. Tentu saja, ihwal kebebasan estetis ini berlaku sebagai nilai pengalaman yang khusus, yang memisahkan pengalaman dan praktek hidup yang langsung dengan nilai-nilai pencapaian yang ditempuh melalui seni dan ekspresi seni. Kaum nominalis mendukung pentingnya aspek imajinasi estetik ini sebagai pra-kondisi penting bagi penilaian moral dan sikap otonom yang bersifat politis.
Jadikan jawaban tercerdas ya
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh jskrayu dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Fri, 03 Dec 21