Nilai moral apa yang dapat kalian ambil dari kisah perang

Berikut ini adalah pertanyaan dari nandaarya4536 pada mata pelajaran Sejarah untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama

Nilai moral apa yang dapat kalian ambil dari kisah perang bubat tersebut?

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Perang Bubat adalah perang yang antara Mahapatih Gajah Mada dengan Prabu Maharaja Linggabuana di Pesanggrahan Bubat pada tahun 279 Saka atau 1357 M

Pembahasan

Perang Bubat diawali adanya niatan Raja Hayam Wuruk untuk memperistri Putri Dyah Pitaloka Citraresmi untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dengan Kerajaan Sunda. Raden Wijaya yang merupakan pendiri Kerajaan Majapahit dianggap masih keturunan Sunda yang berasal dari Dyah Lembu Tal dan Rakeyan Jayadarma, yaitu raja dari Kerajaan Sunda. Hayam Wuruk kemudian mengirimkan surat untuk melamar Dyah Pitaloka dan melangsungkan upacara pernikahan di Majapahit. Pihak Kerajaan Sunda semula merasa keberatan karena menilai tidak pantas jika pihak perempuan mendatangi pihak lelaki dan kekhawatiran adanya jebakan diplomatik Majapahit yang berusaha untuk melebarkan kekuasaannya di seluruh Nusantara, pada akhirnya bersedia menuju Majapahit karena didasari rasa persaudaraan yang kemudian diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.

Kedatangan Raja Sunda beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka di Bubat dengan sedikit prajurit menimbulkan niatan Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada terobsesi untuk memenuhi Sumpah Palapanya dengan cara menaklukkan Kerajaan Sunda yang belum dikuasai oleh Majapahit. Gajah Mada kemudian menghasut Hayam Wuruk dengan mengatakan bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat merupakan bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Kerajaan Majapahit dan mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Putri Dyah Pitaloka sebagai bukti takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda.  

Niatan Gajah Mada ini diketahui oleh utusan Maharaja Linggabuana sehingga terjadi perselisihan antara keduanya dan berakhir dengan makian dari sang utusan kepada Gajah Mada. Tetapi, hal ini tidak menggoyahkan Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Hayam Wuruk yang belum memberikan keputusan terkait desakan Gajah Mada, tidak menggoyahkan Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda dengan mengerahkan pasukan Bhayangkara ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Maharaja Linggabuana untuk mengakui superioritas Kerajaan Majapahit. Demi mempertahankan kehormatannya, Maharaja Linggabuana menolak ancaman Gajah Mada yang menyebabkan terjadinya Perang Bubat. Kekuatan yang tidak seimbang menyebabkan kekalahan dari pihak Kerajaan Sunda dan berakhir dengan gugurnya Maharaja Linggabuana, para menteri, pejabat kerajaan beserta keluarga kerajaan Sunda di lapangan Bubat.

Putri Dyah Pitaloka yang merasa berduka kemudian melakukan bela pati, yaitu tindakan bunuh diri untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya yang diikuti oleh segenap perempuan-perempuan Sunda yang masih tersisa dari golongan bangsawan hingga abdi. Tindakan ini merupakan ritual yang dilakukan oleh para perempuan kasta ksatria apabila kaum laki-lakinya gugur. Tindakan ini merupakan tindakan untuk membela harga diri dan sekaligus untuk melindungi kesucian terhadap kemungkinan terjadinya hal-hal yang memalukan seperti pemerkosaan, penganiayaan, atau perbudakan.

Akibat dari Perang Bubat ini, hubungan antara Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Perang Bubat ini menandai berakhirnya karier Gajah Mada sebagai mahapatih dengan dianugerahkannya tanah perdikan di Madakaripura (Probolinggo) yang sangat jauh dari ibukota Majapahit oleh Hayam Wuruk. Perang Bubat juga merusak hubungan kenegaraan antara Majapahit dengan Kerajaan Sunda. Pangeran Niskalawastu Kancana, adik dari Putri Dyah Pitaloka yang terhindar dari bencana Perang Bubat kemudian naik tahta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana. Salah satu kebijakan yang diambilnya adalah memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan keduanya. Selain itu, muncul larangan estri ti luaran di kalangan kerabat Negeri Sunda. Isinya antara lain tidak diperbolehkannya menikah di luar lingkungan kerabat Sunda maupun dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian berkembang secara luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikah dengan orang Jawa.

Nilai moral yang dapat diambil dari Perang Bubat adalah:

  1. Sikap serakah dan haus kekuasaan dapat menyebabkan terjadinya pertikaian dan perpecahan.
  2. Bawahan harus mengikuti perintah atasan dan tidak boleh mengambil keputusan sendiri terutama jika berdampak buruk bagi semua orang.
  3. Berani untuk membela kehormatan diri dan negaranya apabila berada pada posisi yang benar.
  4. Peperangan dapat dihindari apabila pihak-pihak yang bertikai dapat menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan kekeluargaan.
  5. Pentingnya komunikasi antara kedua belah pihak tanpa perantara agar tidak terjadi kesalahpahaman dan adu domba.

Pelajari lebih lanjut

1. Materi tentang Perang Bubat yomemimo.com/tugas/212152

-----------------------

Detil Jawaban

Kelas : X SMA

Mapel : Sejarah

Bab : Indonesia Zaman Hindu dan Buddha: Silang Budaya Lokal dan Global Tahap Awal

Kode kategori : 10.3.4

Kata kunci : Majapahit, Kerajaan Sunda, Perang Bubat

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh bintarifr dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Mon, 24 Jun 19