Jawaban:

Tahapan pertama seorang santri harus belajar membaca kitab tarajumah terbatas pada tulisan bahasa jawa. Sistem pengajaran ini disebut “ngaji irengan”. Mengejakan satu persatu huruf kemudian merangkum menjadi bacaan atau kalimat, tingkatan ini merupakan awal didalam cara membaca kitab tarajumah. Disamping itu, para santri harus hafal syarat rukun iman dan islam, ibadah sholat dan wiridan “angawaruhi” atau “syahadad roro” setelah sholat fardhu, diwajibkan juga mengikuti praktek ibadah sholat yang dipimpim oleh lurah pondok.

Tahapan kedua mengaji dalil-dalil al qur’an, hadist dan qaulul ukama yang terdapat dalam kitab tarajumah. Dalam tahapan ini seorang lurah pondok harus menguasai ilmu tajwid dan mampu mempraktekkannya dalam bacaan. Pengajian seperti ini dinamakan “ngaji abangan” karena memang tulisannya “abang”(merah) atau “ngaji dalil”. Disamping itu santri harus bisa hafal syarat rukun shalat dan puasa.

Tahapan ketiga ngaji dalil dan makna menjadi satu dari kitab-kitab tarajumah, karenanya dinamakan “ngaji lafal makna”. Satu persatu kalimat diartikan menurut makna yang ada dibawah dalil itu sendiri. Disini  para santri membutuhkan kejelian dalam mencari arti.

Tahapan keempat mengaji pemahaman maksud yang terkandung dalam kitab-kitab tarajumah, karena hampir setiap kalimat mempunyai makna harfiah dan tafsiriah yang tentunga menbutuhkan keterangan dan pemahaman yang dalam. Pengajian ini disebut “ngaji maksud”, “ngaji sorah” dan “ngaji bandungan”. Ketiga sistem pengajian ini disebut “ngaji sorogan”. Pada tahapan ini bisanya kitab-kitab tarajumah itu dibacakan dan diterangkan maksudnya oleh syaikh ahmad rifa’i sendiri dihadapan para santri dan murid pilihan (yang sudah melewati tiga tahapan diatas) kemudian mereka satu persatu mencoba menirukan seperti gurunya. Dalam pengajian itu diajarkan pula tentang ilmu dan amalan kesunahan yang tidak tertulis didalam kitab-kitab tarajumah.

Penjelasan: