Organisasi MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) adalah sebuah organisasi gabungan atau federasi dari organisasi-organisasi Islam di Indonesia. MIAI berdiri karena dilatar belakangi oleh ordonasi peraturan undang-undang perkawinan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Karena memiliki kepentingan bersama, dua organisasi besar Islam, yaitu Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama yang pada awalnya kurang sinergis berubah menjadi harmonis dengan membentuk Majelis Muslimin A’laa Indonesia (MIAI). MIAI yang diprakarsai oleh dua organisasi besar Islam tersebut mendapat respon dan dukungan dari semua kalangan Islam, sehingga mereka ikut bergabung dalam MIAI.

Pada perkembangan selanjutnya ketika Belanda menyerah kepada Jepang, organisasi pergerakan yang ada pada masa kolonial Belanda dilarang oleh Jepang. Sikap Jepang terhadap Islam berbeda dengan sikap Belanda terhadap Islam. Pada masa kolonial Belanda, titik fokus kolonial Belanda lebih pada eksploitasi keuntungan, sehingga kurang memerhatikan Islam. Hal ini berbeda dengan Jepang yang lebih menitikberatkan pada mobilisiasi massa dalam rangka mempersiapkan perang pasifik. Jepang menyadari begitu besarnya pengaruh Islam terhadap rakyat Indonesia. Akhirnya, Jepang memberikan kelonggaran kepada Islam, seperti Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah diperbolehkan aktif kembali secara resmi. Kelonggaran-kelonggaran tersebut dilakukan untuk kepentingan mobilisasi massa Jepang. Selanjutnya, Jepang merubah MIAI menjadi Masyumi yang dirancang untuk mengenai sasaran semua kalangan Islam, bukan hanya dari tokoh politik Islam.

Dengan demikian, alasan mengapa MIAI tidak dibubarkan, yaitu karena MIAI membantu Jepang dalam menghimpun tenaga dari rakyat Indonesia.