Apa saja perbedaan karakteristik Islam di Indonesia dengan yang ada

Berikut ini adalah pertanyaan dari nofianarahmawati470 pada mata pelajaran Sejarah untuk jenjang Sekolah Menengah Atas

Apa saja perbedaan karakteristik Islam di Indonesia dengan yang ada di luar negeri?​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Akhir-akhir ini banyak orang mengkaitkan Islam dengan nama tempat, suku, atau bahkan suatu nama negara, sehingga muncul Islam Arab, Islam Kalimantan, Islam Jawa, Islam Nusantara, atau sudah barang tentu masih banyak sebutan lainnya. Pemberian identitas seperti itu kiranya tidak masalah. Sebab Islam yang sebenarnya bersifat universal ketika diterima oleh suku, daerah, at bangsa tertentu menjadi berbeda-beda.

Perbedaan yang dimaksudkan tersebut tentu bukan sesuatu yang bersifat pokok, melainkan yang bersifat cabang. Orang Islam Indonesia misalnya, sehari-hari banyak yang mengenakan baju taqwa, sarung, dan peci. Tentu tidak semua begitu, masih banyak yang lain yang menampakkan pakaian yang berlain-lainan. Berbeda dengan orang Indonesia, orang Pakistan, Sudan, Saudi Arabia, dan lain-lain, mereka juga tampak berbeda-beda. Perbedaan dari pakaian yang dikenakan itu saja, orang bisa mengenali bahwa sementara mereka itu dari Sudan, dari Maroko, Pakistan, Saudi Arabia, dan seterusnya.

Orang Indonesia tidak sedikit yang sedemikian mudah beradaptasi, sehingga ketika berangkat umrah atau haji, mereka berseragam batik, namun sekembalinya sudah membeli baju yang biasa digunakan oleh orang Pakistan. Setibanya di rumah, pakaian tersebut sehari-hari dipakai sehingga tetangganya berbisik, setelah haji sudah mengenakan pakaian Arab. Padahal sebenarnya bukan pakaian orang Arab Saudi melainkan pakaian orang Banglades atau Pakistan. Hal demikian itu sebenarnya juga tidak mengapa, namun hal demikian itu seringkali orang menjadi salah paham. Dikira setelah haji atau umrah, pakaiannya harus berganti dengan pakaian Arab, padahal yang seharusnya berubah adalah kualitas ketaqwaannya.

Beberapa waktu yang lalu dengan adanya berbagai identitas Islam tersebut, saya ditanya oleh seseorang, mengikuti Islam mana. Atas pertanyaan itu, saya menyatakan bahwa, saya berusaha mengikuti Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Jawaban seperti itu terasa mudah dipahami, tetapi pasti mengundang perdebatan. Namun sebagaimana biasanya, saya tidak mau berdebat soal agama, dan apalagi menyangkut al Qur'an dan Hadits Nabi. Saya selalu berpegang pada prinsip, bahwa al Qur'an jangan diperdebatkan dan atau diperbantahkan. Berbantah dan berbedat selalu berujung pada kalah dan atau menang. Mereka yang menang biasanya akan sombong, sementara yang kalah akan kecewa. Padahal sombong dan kecewa oleh ajaran Islam agar dijauhi. Selain itu al Qur'an juga tidak membolehkan melakukan perbantahan, agar tidak menjadi lemah dan hilang kekuatannya.

Memang menyebut menjadi Islam mengikuti Nabi Muhammad, ternyata juga bukan pekerjaan mudah. Dahulu, ketika ditinggal Nabi Isa selama kurang lebih lima abad, masyarakat banyak yang meninggalkan ajarannya itu, dan kemudian diutuslah Nabi Muhammad saw. Namun hingga sekarang ini, Nabi Muhammad meninggalkan kita semua sudah selama kurang lebih lima belas abad. Al Qur'an dan Hadits Nabi yang merupakan sumber ajaran Islam dan seharusnya menjadi pegangan umat Islam juga sudah dipahami dan ditafsirkan oleh berbagai ulama atau ilmuwan sehingga terjadi perbedaan yang tidak bisa dihindari.

Munculnya berbagai macam madzhab, aliran, kelompok, organisasi, dan lain-lain adalah sebagai akibat adanya perbedaan pemaknaan atau penafsiran terhadap kedua sumber ajaran Islam dimaksud. Penafsiran dan pemaknaan yang bermacam-macam tersebut, hingga menjadi wajar jika umat Islam sendiri, terutama kaum awamnya, menjadi kebingungan. Cara yang paling mudah bagi mereka adalah mengikuti ulama yang dikenalnya. Sudah barang tentu kiranya berbeda, orang seperti saya yang sehari-hari secara leluasa membaca al Qur'an, Hadits Nabi, dan juga merenungkan sendiri dari apa yang saya baca, maka akhirnya mengambil di antara yang paling sesuai dengan hati nurani. Saya meyakini suara hati tidak berbohong, maka itulah pilihan yang saya ikuti, dan kemudian saya sebut sebagai Islam menurut Rasulullah dan Sahabatnya, dan bukan sebutan-sebutan lainnya. Wallahu a'lam

Penjelasan:

semoga bermanfaat ◉‿◉

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh andhikaputrap2021 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Wed, 11 Jan 23