Jawaban:

Pasal 67 UU Perkawinan menyatakan bahwa "setiap perkawinan yang dilangsungkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pada hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia". Hal ini menunjukkan bahwa dalam konteks hukum perkawinan di Indonesia, setiap perkawinan harus diatur oleh hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun, terkait dengan otonomi khusus untuk NAD, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki kewenangan untuk mengatur beberapa hal dalam bidang hukum, termasuk dalam bidang perkawinan. Berdasarkan Pasal 231 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, otonomi khusus Aceh diberikan dalam bidang hukum acara, hukum adat, agama, dan penerapan hukum nasional.

Dalam hal ini, Provinsi NAD memiliki kewenangan untuk mengatur beberapa hal dalam bidang perkawinan, seperti persyaratan dan prosedur perkawinan, pembagian harta gono-gini, dan perceraian. Namun, aturan-aturan tersebut harus tetap sesuai dengan hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jadi, terkait dengan permasalahan unifikasi hukum perkawinan dari perspektif Pasal 67 UU Perkawinan dan otonomi khusus untuk NAD, dapat terjadi ketegangan antara kewenangan pemerintah pusat dalam mengatur hukum perkawinan yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia dan kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur beberapa hal dalam bidang perkawinan, termasuk di Provinsi NAD. Namun, tetap harus ditegaskan bahwa aturan-aturan yang dibuat oleh Provinsi NAD dalam bidang perkawinan harus tetap sesuai dengan hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.