Ketika Portugis menguasai Maluku pada awal abad ke-16, kondisi ekonomi Maluku mengalami perubahan yang signifikan. Portugis tertarik dengan rempah-rempah, terutama cengkih dan pala, yang hanya tumbuh di Maluku, dan mereka memonopoli perdagangan rempah-rempah ini.

Portugis membangun benteng-benteng di Maluku untuk melindungi perdagangan mereka dari persaingan dan serangan dari bangsa lain. Mereka juga mendirikan basis-basis di Maluku yang memungkinkan mereka mengontrol produksi dan distribusi rempah-rempah.

Akibatnya, para petani di Maluku terpaksa menjual rempah-rempah mereka dengan harga yang rendah kepada Portugis, yang kemudian menjualnya dengan harga yang lebih tinggi ke pedagang Eropa lainnya. Hal ini menyebabkan kemiskinan dan penghisapan ekonomi di kalangan penduduk asli Maluku.

Meskipun demikian, perdagangan rempah-rempah juga membawa kekayaan ke Maluku dan menghasilkan beberapa pengusaha lokal yang sukses. Beberapa dari mereka bahkan berhasil menjadi pemasok rempah-rempah untuk perdagangan Portugis.

Namun, pada abad ke-17, kekuasaan Portugis di Maluku terus menurun karena persaingan dari bangsa lain seperti Belanda, Inggris, dan Spanyol. Belanda akhirnya mengambil alih kendali atas perdagangan rempah-rempah di Maluku pada akhir abad ke-18, dan pengaruh Portugis di daerah tersebut menurun secara signifikan.