Kerajaan Riau merupakan salah satu kerajaan Melayu yang memiliki kekuasaan di wilayah Kepulauan Riau. Pada abad ke-17, Kerajaan Riau menjadi pusat perdagangan yang strategis di Asia Tenggara karena letaknya yang strategis di jalur perdagangan antara Tiongkok, India, dan Eropa. Pada saat itu, Belanda yang mewakili VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) dan Inggris yang mewakili East India Company (EIC) bersaing untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah ini.

Pada tahun 1784, Sultan Mahmud dari Riau menandatangani Perjanjian Painan dengan VOC yang memberikan hak kepada VOC untuk membangun pos dagang di Riau. Dalam perjanjian tersebut, VOC diizinkan untuk membeli rempah-rempah dan komoditas lain dari Riau dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga di pasaran. Kemudian, VOC juga memanfaatkan kelemahan Riau yang memiliki masalah dalam pemerintahan yang lemah dan persaingan antara pihak kerajaan untuk mengambil keuntungan. Pada tahun 1784, VOC berhasil memperoleh hak monopoli perdagangan di Riau setelah mendapat persetujuan dari Sultan Mahmud.

Namun, pada awal abad ke-19, terjadi perselisihan antara VOC dan Kesultanan Riau. Pada tahun 1818, Belanda mengirimkan pasukan ke Riau dan berhasil menguasai kota tersebut. Pada tahun 1824, Melaka, Riau, dan Pulau-Pulau di sekitarnya secara resmi diberikan kepada Inggris dalam Traktat London. Dengan demikian, VOC kehilangan hak monopoli perdagangan di Riau dan kemudian mengalami kebangkrutan pada tahun 1800-an.

Dalam proses kejatuhan kerajaan Riau, faktor-faktor seperti persaingan dagang antara Belanda dan Inggris, kelemahan pemerintahan Kesultanan Riau, dan tindakan manipulatif VOC dalam memperoleh keuntungan besar dari perdagangan di Riau menjadi faktor utama yang memengaruhi perubahan kekuasaan di wilayah tersebut.