Berikut ini adalah pertanyaan dari ariwarios3000 pada mata pelajaran Sejarah untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
Rubrik Analisis Kriminalitas, Suara Pembaruan, 13 Mei 2009
Minggu ini tepat satu tahun Rubrik Analisis Kriminalitas, kerjasama antara Departemen Kriminologi FISIP UI dengan Harian Suara Pembaruan. Sudah setahun pula pembaca diberikan ulasan, baik teori maupun opini, tentang dunia kriminalitas. Meski terkadang masih terdapat “gap” yang besar antara substansi tulisan dengan apa yang menjadi harapan publik, namun rubrik ini telah memberikan warna tersendiri dalam dunia jurnalistik.
Sedikit melihat ke belakang, salah satu latar belakang inisiatif kerjasama ini adalah sebuah kritik yang diberikan oleh Gregg Barak, seorang Profesor Kriminologi di Eastern Michigan University tentang “utilisasi” kriminolog dalam dunia jurnalistik pada akhir 1980-an. Menurut Gregg Barak, pemberitaan kejahatan umumnya terkadang justru membuat realitas kejahatan itu sendiri menjadi kabur. Hal ini terjadi karena media lebih senang memperlihatkan aspek dramatis dari peristiwa kejahatan. Bad news is good news. Pemberitaan seperti ini melupakan aspek yang justru diperlukan oleh publik, yaitu memahami realitas kejahatan itu secara tepat dan proporsional. Serta aspek pengendalian atau pencegahan kejahatan itu sendiri.
Patut diakui bahwa dunia jurnalistik, yang semakin jelas diperlihatkan seiring perkembangan teknologi, adalah bisnis. Hakekat bisnis adalah mencari keuntungan, selain juga memiliki tujuan-tujuan mulia seperti mendidik masyarakat. Oleh karenanya, adalah wajar bila kemudian media massa lebih “memilih” menampilkan hal-hal yang akan menarik perhatian publik. Salah satu hal yang menarik tersebut adalah dunia kriminalitas. Namun tentu saja yang hadir secara menyeramkan, berdarah-darah, atau dramatis, agar publik membaca, mendengar atau melihat.
Meski diakui demikian, namun media seharusnya juga mampu menghadirkan “realitas” yang tepat. Dalam kasus pembunuhan berantai yang dilakukan Ryan, media teramat senang menghadirkan Ryan sebagai pribadi yang homoseksual hingga publik seperti diajak menyimpulkan bahwa kejahatan yang dilakukannya disebabkan oleh dirinya yang menyukai sesama jenis. Konsekuensinya, publik memberikan stigma yang sangat berlebihan kepada kelompok homoseksual. Hingga mengarah ke kekerasan. Padahal bila dilihat dari kacamata keilmuan, impulsifitas, egosentrisme, dan kurang empati adalah gejala yang juga dapat ditemukan pada individu yang “normal”.
Terhadap kejahatan yang dilakukan oleh perempuan, media juga cenderung menyalahkan pelaku. Bahwa kejahatan adalah hal yang tidak pantas dilakukan oleh perempuan, sehingga bila nyatanya terjadi maka pasti ada “sesuatu yang salah” dalam diri perempuan tersebut. Sebut saja misalnya bagaimana media kurang melakukan penelusuran terhadap kemungkinan bahwa mutilasi “Mayasari Bakti” yang dilakukan oleh seorang perempuan tahun lalu dilatarbelakangi oleh kekerasan dalam rumah tangga yang dialami pelaku. Penelitian memperlihatkan bahwa umumnya kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh perempuan selalu dilatarbelakangi kondisi bahwa dirinya adalah korban kekerasan fisik dan psikologis.
Terakhir, kecenderungan ini diperlihat media dalam pemberitaan tentang tersangka Antasari Azhar yang diduga sebagai otak pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnain. Media seperti membawa publik terjebak dalam pada kesimpulan bahwa kehadiran “Rani” adalah cikal masalah tersebut. Rani memang diduga menjadi bagian dari episode ini, namun media tidak pantas bila selalu mengarahkan fokus padanya. Sebuah stasiun televisi swasta bahkan membuat sesi talk show pada minggu pagi lalu tentang dunia “gadis-gadis pemungut bola golf” yang (maaf) bisa “dipakai”. Terkait upaya penegakan hukum terhadap pembunuhan Nasrudin, talkshow ini sungguh kontraproduktif.
Kecenderungan inilah yang membuat Gregg Barak seakan memaksa agar para kriminolog berperan dalam memberikan pemahaman yang tepat tentang kejahatan kepada publik ketika media umumnya gagal dalam menjalankan tugas idealnya. Profesor Gregg menamai “himbauannya” ini sebagai Newsmaking Criminology.
Dalam perkembangannya, Newsmaking Criminology menjadi genre tersendiri dalam kajian kriminologi. Sebuah persinggungan antara kriminologi dengan jurnalistik, antara teori kejahatan dengan bagaimana menggunakan media massa sebagai instrumen pencegahan kejahatan. Inilah mengapa Gregg Barak menekankan, bahwa latar teoritis dari kajian ini adalah kriminologi konstitutif (penjelasan konstitutif ini dalam kajian komunikasi massa salah satunya mendasari kajian analisis kewacaan).
Penjelasan:
apa yang anda bisa sampaikan tentang newsmaking kriminologi
yomemimo.com/tugas/40133276?utm_source=android&utm_medium=share&utm_campaign=question
#MAAF KALAU SALAH
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh arjawinangun200 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Mon, 05 Jul 21