Berikut ini adalah pertanyaan dari alkhoirabiyyu pada mata pelajaran Sejarah untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Tolong cepat ya kak, Jangan mengasal
.Terima kasih.
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
Sebelum mempunyai nama Al-Huda, Pondok Pesantren di Jetis Kutosari ini lebih dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren Jetis. Didirikan kurang lebih tahun 1880 Masehi oleh K.H. Abdurrahman. Semasa kecil beliau bernama Solihin, berasal dari desa Gebrek Ambal Kebumen. Beliau diberi tugas menggembala kerbau oleh pamannya selama bertahun-tahun. Pada suatu hari salah satu kerbau gembalaannya ada yang hilang, beliau dimarahi oleh pamannya dan dituntut harus mencari sampai ketemu. Akhirnya beliau mencari sampai ke pesisir laut. Karena kerbaunya tidak ketemu, beliau kebingungan, tidak berani pulang dan menangis sambil berjalan terus ke arah timur. Orang tuanya sangat sedih dan menganggap putranya yang bernama Solihin itu telah meninggal dunia dimangsa binatang buas. Selama berhari-hari beliau berjalan kaki ke arah timur dan akhirnya beliau sampai di Pondok Pesantren Wringin Agung Jawa Timur. Beliau mengaji di sana hingga dewasa dan menjadi Al-‘Alim Al-‘Alamah.
Suatu hari beliau sowan kepada Kyainya untuk melanjutkan mengajinya di Makkah. Pak Kyainya memperbolehkannya dengan syarat harus ziarah terlebih dahulu ke Pamijahan Jawa Barat dan pamitan dengan Orang tuanya. Akhirnya beliau pulang ke rumah untuk pamitan dengan Orang tua dan ziarah ke Pamijahan Jawa Barat. Pada saat beliau pamitan dengan Orang tuanya beliau mengaku sebagai musafir yang ingin beristirahat dan bermalam. Sambil beristirahat beliau berdialog dengan orang tuanya itu dan menanyakan berapa jumlah anaknya dan di mana saja. orang tuanya menjawab mempunyai beberapa anak, yang pertama bekerja di sana, yang kedua bekerja di sana dan seterusnya serta yang bernama Solihin hilang entah di makan harimau atau ke mana. Beliau menanyakan lagi tentang ciri-ciri anak bernama Solihin yang hilang itu. Orang tuanya menjawab bahwa ciri-cirinya adalah di punggungnya ada “toh”nya. Akhirnya pada saat beliau akan melanjutkan perjalanan, beliau mengaku merasa masuk angin dan minta orang tuanya untuk mengerikinya. Begitu akan dikeriki orang tuanya melihat bahwa di punggung beliau ada “toh”nya dan orang tuanya yakin bahwa beliau adalah Solihin putranya. orang tuanya menangis terharu dan bahagia sambil meneriakkan “Solihin hidup kembali” berulang-ulang. Setelah itu, mereka melanjutkan dialognya tentang kisah perjalanan hidupnya dan beliau minta ijin untuk meneruskan perjalanan ziarah ke Pamijahan Jawa Barat dan melanjutkan mencari ilmu di Makkah. Orang tuanya pun merestui dan memberikan ijin kepadanya.
Setelah ziarah dari Pamijahan Jawa Barat, beliau sowan lagi kepada Pak Kyainya di Wringin Agung Jawa Timur untuk melaksanakan keinginannya belajar di Makkah. Akhirnya beliau berangkat ke Makkah dan menuntut Ilmu Thariqoh di Jabal Qubbais kepada Syekh Abdur Rauf dan dilanjutkan kepada Syekh Sulaiman Zuhdi. Setelah beberapa tahun akhirnya beliau mempunyai ilmu yang tinggi dan menjadi Mursyid serta diberi nama baru yaitu “K.H. Abdurrahman”. Selanjutnya beliau pulang ke Tanah Air Indonesia.
Di Tanah Air Indonesia beliau mengajarkan Ilmu Thariqah di Desa Kelahirannya yakni Ambal Kebumen. Karena pengajiannya sambil memutar tasbih akhirnya ajaran beliau difitnah dan dilaporkan ke Penjajah Belanda bahwa Mbah Abdurrahman sedang mengajarkan membuat bom untuk memberontak. Akhirnya beliau ditangkap Pasukan Belanda dan dibawa ke Pusat Pemerintahan Belanda di Kebumen. Setelah ditanyakan kepada para Kyai kepercayaan pimpinan penjajah penguasa Kebumen saat itu, ajaran beliau dinyatakan aman dan tidak berpotensi memberontak. Namun pimpinan Penjajah masih khawatir dengan ajaran Mbah Abdurrahman, dan untuk mempermudah dalam mengawasinya pimpinan penjajah meminta agar Mbah Machfudz ditempatkan di sekitar perkotaan. Pimpinan penjajah menanyakan kepada para Kepala Desa bahwa siapa diantara mereka yang desanya mau ditempati seorang Kyai. Kepala Desa Kutosari mengacungkan telunjuk pertama kali bahwa Desanya membutuhkan seorang Kyai.
Akhirnya Mbah Abdurrahman dibuatkan rumah dan Musholla tempat mengaji di dukuh Jetis dekat sungai Lukulo yang saat itu masih berupa perbukitan yang lebat dan angker. Beliau mengajarkan ilmu agama Islam dan Thariqah Naqsyabandiyah Kholidiyah di Jetis hingga beberapa tahun dan dikaruniai beberapa anak sebagai berikut :
1. Mbah Husain
2. Mbah Hasbullah
3. Mbah Suhaemi
4. Mbah Kaelani
Mbah Husain mendampingi Bapaknya Mbah Abdurrahman dalam perjuangan dakwahnya di Jetis. Mbah Hasbullah dijadikan Mursyid oleh Mbah Abdurrahman tapi disuruh menyebarkan di Kota Kajoran Mranggen Magelang, Mbah Suhaemi bermukim di Tepakyang Temanggal, sedangkan Mbah Kaelani belajar di Makkah.
Kalau kepanjangan, di ringkas aja ya
Penjelasan:
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh andywijaya20 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Sat, 26 Feb 22