Berikut ini adalah pertanyaan dari melatiak85 pada mata pelajaran Sejarah untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Pada Mei 1942, Kolonel Horie, pemimpin Bagian Pengajaran dan Agama yang dibentuk oleh Jepang mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama Islam dari seluruh Jawa Timur di Surabaya.
Horie ingin berkenalan dengan para pemuka agama Islam. Ia hendak meminta umat Islam tidak melakukan kegiatan politik.
Di Jawa Barat, Kolonel Horie mengerahkan para pembantunya, orang Jepang yang beragama Islam, seperti Abdul Muniam Inada serta Moh Sayido Wakas agar secara bergiliran mengunjungi beberapa masjid besar di Jakarta untuk mengadakan ceramah dan khotbah Jumat.
Sebagai gantinya, Jepang mengarahkan ulama dan umat Islam mencurahkan kegiatan keagamaan dan keumatannya lewat organisasi.
MIAI bertujuan agar ormas-ormas Islam yang bernaung di bawahnya bisa memobilisasi umat untuk keperluan perang.
Jepang pun mengaktifkan kembali MIAI pada 4 September 1942. Markasnya di Surabaya dipindah ke Jakarta.
Adapun tugas MIAI saat itu yakni:
Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat
Indonesia.
Mengharmoniskan Islam dengan tuntutan perkembangan zaman.
Ikut membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.
MIAI membuat sejumlah program yang berfokus pada pergerakan Islam. Mereka berencana membangun Masjid Agung di Jakarta dan mendirikan universitas.
Namun Jepang tak menyutujuinya. Jepang hanya menyetujui rencana MIAI membentuk baitulmal atau lembaga pengelola amal.
MIAI terus berkembang menjadi tempat pertukaran pikiran dan pembangunan kesadaran umat agar tidak terjebak pada perangkap kebijakan Jepang yang semata-mata untuk memenangkan perang Asia Timur Raya.
Pada bulan Mei 1943, MIAI juga berhasil membentuk Majelis Pemuda yang diketuai oleh Ir Sofwan dan juga membentuk Majelis Keputrian yang dipimpin oleh Siti Nurjanah.
Pada 1943, MIAI bahkan diperbolehkan menerbitkan majalahnya yaitu Soeara MIAI. MIAI pun mendapat simpati yang luar biasa dari umat Islam.
Melihat hal itu, Jepang menjadi waspada terhadap perkembangan MIAI. Dana yang terkumpul di Baitulmal disalurkan ke umat alih-alih diserahkan ke Jepang.
Para tokoh Islam di daerah sempat diawasi. Jepang sampai mengadakan pelatihan bagi para kiai selama satu bulan.
Dari hasil pelatihan kiai itu, pemerintah Jepang berkesimpulan bahwa para kiai tidak membahayakan kedudukan Jepang di Indonesia. Namun MIAI tidak berkontribusi terhadap perang Jepang.
MIAI akhirnya dibubarkan pada November 1943 dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh hrapld dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Sun, 30 Jan 22