Perang Aceh adalah perang yang terhitung lama dimulai dari tahun

Berikut ini adalah pertanyaan dari sarfah55 pada mata pelajaran Sejarah untuk jenjang Sekolah Menengah Atas

Perang Aceh adalah perang yang terhitung lama dimulai dari tahun berapakah perang Aceh dimulai dan berakhir …a. 1873-1912
b. 1873-1921
c. 1875-1912
d. 1870-1915
e. 1873-1918​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Perang Aceh–Belanda atau disingkat Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873 hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada januari 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut.

Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung dapat menduduki Masjid Raya Baiturrahman. Köhler ketika itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di selangnya para perwira

Penjelasan:

Kesudahan suatu peristiwa dari Kontrak Siak 1858, Sultan Ismail menyerahkan wilayah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar kontrak Siak, maka berakhirlah kontrak London tahun 1824. Isi kontrak London adalah Belanda dan Britania Raya menciptakan ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua kawasan di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh. Aceh menuduh Belanda tidak menepati akadnya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Budi pekerti Aceh ini didukung Britania.

Dengan diretasnya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan perairan Aceh dijadikan sangat penting untuk lalu lintas perdagangan. Ditandatanganinya Kontrak London 1871 selang Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil aksi di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania lepas sama sekali berdagang di Siak dan menyerahkan kawasannya di Guyana Barat kepada Britania.

Kesudahan suatu peristiwa kontrak Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia dan Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Aceh juga mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871. Kesudahan suatu peristiwa upaya diplomatik Aceh tsb, Belanda menjadikannya sebagai gagasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan memohon keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dipercakapkan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan

Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler. Köhler dengan 3000 serdadunya dapat dipatahkan, dimana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873. Sepuluh hari selanjutnya, perang berkecamuk di mana-mana. Yang terbesar ketika menduduki kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh beberapa kelompok pasukan. Berada di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu'uk, Peukan Bada, hingga Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa wilayah lain.

Perang Aceh Kedua (1874-1880). Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten. Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan diproduksi susunan sebagai sebagai pusat pertahanan Belanda. Pada 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh aci anggota dari Kerajaan Belanda. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indrapuri. Perang pertama dan kedua ini adalah perang total dan frontal, dimana pemerintah masih berlanjut mapan, meskipun ibu kota negara berpindah-pindah ke Keumala Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain.

Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi sabilillah. Dimana sistem perang gerilya ini dilangsungkan hingga tahun 1903. Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar selanjutnya tampil dijadikan komandan perang gerilya.

Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan perorangan dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando dari pusat pemerintahan Kesultanan.

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh rahmaarvina17 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Wed, 08 Dec 21