Berikut ini adalah pertanyaan dari mk9739800 pada mata pelajaran Sejarah untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
Kapal yang membawa Herman Willem Daendels berlabuh di Anyer pada awal Januari 1808. Berbulan-bulan ia berlayar menuju Jawa: mengitari Tanjung Harapan, terombang-ambing ganasnya Samudra Hindia, sampai akhirnya tiba di negeri yang hanya ia kenal dari mulut para pejabat di Den Haag. Saat kapalnya melempar sauh, lima ajudannya tetap setia mengawal Sang Marsekal dari Gelderland itu.
Setahun sebelumnya, pada 29 Januari 1807, Raja Belanda Louis Napoleon mengangkatnya sebagai Gubernur Jenderal Hindia Timur. Pengangkatan ini perintah langsung dari Kaisar Napoleon Bonaparte. Pertimbangannya: sebagai mantan komandan Legiun Asing Perancis (Legion Etrangere), Daendels adalah perwira tinggi Belanda paling cakap untuk membereskan administrasi sekaligus menata pertahanan perang. Ia juga dikenal sebagai loyalis Prancis.
Saat itu, Belanda sedang berada di bawah kekuasaan Prancis. Sejak 1795, negeri kincir angin berhasil ditaklukkan Napoleon. Penguasaan tidak hanya sebatas Belanda, tapi juga beserta seluruh koloninya.
Daendels merasa dirinya sebagai anak kandung Revolusi Prancis. Liberte, egalite, fraternite (kebebasan, kesetaraan, persaudaraan)—tiga semboyan Revolusi Prancis—begitu memesonanya. Napoleon, orang yang dianggap menyebarkan spirit revolusi itu ke seluruh dunia, adalah sosok yang amat dikagumi Daendels.
Gagasan-gagasan dari Revolusi Prancis tersebut coba diterapkan di Hindia. Imajinasi negara dalam benak Daendels adalah model Napoleonik yang terinspirasi dari negara ciptaan Napoleon Bonaparte di Eropa.
Konsep negara dan birokrasi modern di Indonesia sebenarnya berasal dari gagasan yang dibawa Daendels. Ia selalu mengidentifikasi dirinya sebagai Napoleon kecil yang harus menegakkan napoleonic state di koloni Hindia. Dan dalam sebuah negara Napoleonik, pemerintahan hanya berkiblat pada dua hal: sentralistisme dan efektivitas.
Ketika datang ke Jawa, Daendels mewarisi sebuah negara warisan VOC yang carut marut. Bagaimana pun, VOC adalah maskapai dagang. Para pejabat VOC hampir tidak pernah memikirkan bagaimana mengelola sebuah negara modern.
Daendels adalah orang baru dalam pemerintahan kolonial di Hindia. Sebelumnya, ia tidak memiliki pengalaman apapun dalam mengurus tanah koloni. Kebiasaan yang berlaku sejak zaman VOC, seorang gubernur jenderal adalah pejabat karier yang sudah lama berkiprah di Hindia Timur.
Karena itu, tindakannya melakukan reorganisasi pemerintahan dinilai sebagai kebijakan “di luar kebiasaan". Dengan kata lain, Daendels sesungguhnya melakukan terobosan baru.
Hal itu ditegaskan Djoko Marihandono dalam disertasinya di Universitas Indonesia, Sentralisme Kekuasaan Pemerintahan Herman Willem Daendels di Jawa 1808-1811: Penerapan Instruksi Napoleon Bonaparte (2005). Ia menyebut, “Tindakan yang telah dilakukan oleh Daendels untuk melakukan reorganisasi di Jawa merupakan tindakan di luar kebiasaan yang dilakukan oleh para Gubernur Jenderal sebelumnya."
Daendels menekankan pentingnya sentralisasi kekuasaan di bawah wewenang pemerintah pusat. Gubernur jenderal, yang dibantu para pejabat di Batavia, adalah pusat kekuasaan. Wakil raja Belanda di tanah koloni merupakan penguasa tertinggi yang memiliki wewenang besar untuk mengatur birokrasi sampai level paling bawah. Dengan kekuasaan macam itu, ia bisa memecat siapa saja yang dianggap menyeleweng dan melakukan apa saja untuk membuat pemerintahan berjalan efektif.
Langkah yang bisa diambil seorang gubernur jenderal dengan kewenangan besar macam itu salah satunya memberantas korupsi yang telah mengakar selama bertahun-tahun. Birokrasi peninggalan VOC inefisien, tapi juga sangat korup dan penuh penyelewengan. Daendels benar-benar memanfaatkan kewenangannya untuk mencopot para pejabat korup dan memberantas berbagai penyelewengan yang dilakukan bekas pegawai VOC.
Salah satu pos korupsi terbesar sampai dengan Daendels berkuasa adalah Provinsi Pantai Timur Laut Jawa. Di zaman VOC, Gubernur Pantai Timur Laut Jawa bisa lebih berkuasa dari pemerintah pusat di Batavia. Hal ini dimungkinkan lantaran betapa banyak uang yang dihasilkan dari monopoli perdagangan VOC di wilayah tersebut. Sang Gubernur, karena itu, punya posisi tawar yang sangat tinggi di hadapan gubernur jenderal. Bahkan dengan pola macam itu, seorang pejabat rendahan kerap menyuap pejabat yang lebih tinggi untuk memuluskan tindakan koruptifnya.
Penjelasan:
dah ya sampai segitunya aja dlu capek gw ngetik
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh nursholihin19751025 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Sat, 07 May 22