Berikut ini adalah pertanyaan dari Rifqysyahbana2871 pada mata pelajaran SBMPTN untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
• Jual beli tanah menurut hukum adat adalah perbuatan hukum dimana pihak penjual menyerahkan tanahnya kepada pembeli untuk selama-lamanya pada saat pembeli membayar harga tanah tersebut kepada penjual (walaupun separuh dari harga yang telah ditentukan), Hukum adat tidak membutuhkan data otentik sebagai bukti dalam jual belinya.
• Di dalam UUPA tidak terdapat penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pengertian jual beli itu.
• jual beli tanah menurut hukum perdata barat adalah menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak miliknya) suatu benda dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Penjelasan:
• Jual beli tanah menurut hukum adat adalah perbuatan hukum dimana pihak penjual menyerahkan tanahnya kepada pembeli untuk selama-lamanya pada saat pembeli membayar harga tanah tersebut kepada penjual (walaupun separuh dari harga yang telah ditentukan), Hukum adat tidak membutuhkan data otentik sebagai bukti dalam jual belinya.
• Di dalam UUPA tidak terdapat penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pengertian jual beli itu. Menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak miliknya) suatu benda dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Menurut pasal 1458 jual beli itu dianggap telah mencapai kata sepakat mengenai benda yang diperjualbelikan itu serta harganya, biarpun benda tersebut belum diserahkan dan harganya belum dibayar.
jual beli tanah menurut UUPA menurut UUPA yang memerlukan akta otentik (akta jual beli) yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). yang berwewenang (Pasal 37 ayat 1 PP.24/1997). PPAT merupakan pejabat yang eksis sejak berlakunya PP.Nomor 10/1961dan selanjutnya lebih dikembangkan lagi pengaturanya dalam PP. Nomor 24/1997 yang memerintahkan pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 (PP.37/1998) tentang Peraturan Jabatan PPAT dengan Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 (PMNA/KBPN.4/1999) sebagai peraturan pelaksanaannya, yang sekarang berlaku. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (PP. 24/1997) tentang Pendaftaran Tanah sebagai peraturan pelaksanaan, menghendaki agar jual beli hak atas tanah dibuat dengan akta otentik di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), selain untuk menjamin kepastian hukum juga perlindungan hukum dengan memberikan surat-surat bukti yang kuat. Selanjutnya dalam Pasal 3 PP. 24/1997 lebih jelas atau diperluas lagi tujuan pendaftaran tersebut yaitu :
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuata hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
• jual beli tanah menurut hukum perdata barat adalah menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak miliknya) suatu benda dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), dimana dalam system BW jual beli tanah dilakukan dengan membuat akta perjanjian jual beli tanah di hadapan notaris, dimana para pihak saling berjanji untuk melakukan suatu prestasi berkenan dengan tanah menjadi objek jual beli tersebut, dimana penjual menerima harganya dan menyerahkan tanahnya kepada pembeli, sedangkan pembeli membayar harganya dan menerima tanahnya. Perjanjian jual beli yang dibuat oleh para pihak dihadapan Notaris ini bersifat (obligatoire overenskomst), yakni dengan di Buatnya akta notaris tersebut, hak atas tanah yang menjadi objek jual beli belumlah lagi beralih kepada pihak pembeli dan untuk peralihan hak masih harus dilakukan penyerahan secara yuridis (juridis levering) menurut perbuatan yang berlaku sebagaimana yang ditentukan dalam Overscrijvings Ordonnantie STb. 1934 No. 27. Dengan demikian dengan sistem BW , Perjanjian jual beli (tanah) bukanlah merupakan pemindahan hak, tetapi yang merupakan perbuatan pemindahan haknya adalah penyerahan yuridisnya sebagaimana yang diatur dalam Overscrijvings Ordonnantie STb. 1934 No. 27 di atas.
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh jamalmutahar261085 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Mon, 21 Aug 23