Demokrasi Terpimpin adalah sistem pemerintahan yang diterapkan di Indonesia pada periode 1959-1965. Karakteristik utama dari sistem ini adalah adanya kekuasaan mutlak yang dipegang oleh Presiden Soekarno, yang juga menjadi pemimpin Partai Nasional Indonesia (PNI). Beberapa karakteristik demokrasi terpimpin antara lain:

1. Kekuasaan mutlak presiden: Presiden Soekarno memiliki kekuasaan mutlak dan otoritas tertinggi dalam mengambil keputusan politik dan pemerintahan. Presiden Soekarno menjadi pemimpin tertinggi Partai Nasional Indonesia (PNI) dan juga diangkat sebagai presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

2. Pemerintahan sentralistik: Pemerintahan Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin bersifat sentralistik dan otoriter, di mana kebijakan politik dan pemerintahan diambil oleh pemerintah pusat dan diimplementasikan di seluruh wilayah Indonesia.

3. Politik nasionalisme dan anti-komunisme: Di bawah pemerintahan Demokrasi Terpimpin, politik nasionalisme dan anti-komunisme menjadi prioritas utama. Pemerintah menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia serta menentang pengaruh komunis di Indonesia.

4. Penghapusan parlemen dan partai politik: Pada tahun 1960, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit untuk membubarkan parlemen dan partai politik, termasuk partai-partai oposisi yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah. Hal ini membuat sistem politik Indonesia menjadi lebih otoriter.

5. Pemerintahan melalui "dual function": Sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin menerapkan konsep "dual function" yang artinya militer tidak hanya bertugas menjaga keamanan negara, tetapi juga bertanggung jawab dalam tugas-tugas pemerintahan.

Namun, sistem Demokrasi Terpimpin ini tidak berlangsung lama dan pada tahun 1965 terjadi peristiwa G30S/PKI yang mengakibatkan jatuhnya pemerintahan Soekarno dan berakhirnya masa Demokrasi Terpimpin.