mengapa muncul gagasan untuk menggelar kongres perempuan indonesia?​

Berikut ini adalah pertanyaan dari Binotz2017 pada mata pelajaran PPKn untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama

Mengapa muncul gagasan untuk menggelar kongres perempuan indonesia?​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

dibaca normal 1 menit

Home Sosial Budaya

Kongres Perempuan Pertama adalah Cikal Bakal Hari Ibu di Indonesia

Reporter: Dipna Videlia Putsanra

22 Desember 2017

View non-AMP version at tirto.id

Kongres Perempuan Pertama adalah Cikal Bakal Hari Ibu di Indonesia

Gagasan Hari Ibu muncul dan diterima pada Kongres Perempuan tahun 1938.

tirto.id - Kongres Perempuan I diadakan pada 22 Desember 1928. Kala itu, 600 perempuan berkumpul di pendapa Dalem Jayadipuran, Yogyakarta untuk membahas sejumlah isu terkait kesejahteraan kaum mereka.

Dalam Kongres Perempuan Indonesia: Tinjauan Ulang (2007) yang disusun Susan Blackburn tertulis, seorang perempuan lajang yang kala itu baru berusia 21, Soejatin, berinisiatif menggelar Kongres Perempuan pertama yang mempertemukan kelompok-kelompok beraneka latar belakang.

Ada macam-macam wacana yang dibahas dalam Kongres Perempuan Indonesia I. Mulai dari perkawinan anak, pendidikan bagi perempuan, taklik (perjanjian) dalam pernikahan Islam, poligami, hingga tunjangan untuk janda dan anak yatim.

Perwakilan Poetri Boedi Sedjati (PBS) dari Surabaya menyampaikan pidatonya tentang derajat dan harga diri perempuan Jawa. Lalu disusul Siti Moendji'ah dengan “Derajat Perempuan" dan istri Ki Hajar Dewantara, Nyi Hajar Dewantara yang membicarakan soal adab perempuan. Ada juga pembicara yang menyampaikan topik soal perkawinan dan perceraian.

Selain pidato soal perkawinan anak, ada pidato berjudul “Iboe" yang dibacakan Djami dari Darmo Laksmi. Di awal pidatonya, ia menceritakan pengalamannya masa kecilnya yang dipandang rendah karena ia anak perempuan.

Di masa kolonial, anak laki-laki menjadi prioritas dalam mengakses pendidikan. Tempat perempuan, dalam pikiran banyak orang Indonesa, akhirnya tak jauh dari kasur, sumur, dan dapur. Pandangan usang itu mengakar kuat dan pendidikan bagi perempuan tak dianggap penting. Perempuan tak perlu pintar, bukankah akhirnya ia akan ke dapur juga?

Tapi Djami berpendapat lain. Meski menekankan pentingnya pendidikan perempuan dalam kerangka perannya sebagai ibu, pandangan Djami sudah maju untuk ukuran zaman itu.

“Tak seorang akan termasyhur kepandaian dan pengetahuannya yang ibunya atau perempuannya bukan seorang perempuan yang tinggi juga pengetahuan dan budinya," katanya.

Penjelasan:

folow

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh dannysaputra73 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Wed, 12 May 21