Mengapa mahkamah agung didefiniskan sebagai pihak yang mengadili pada tingkat

Berikut ini adalah pertanyaan dari miranurutari4818 pada mata pelajaran PPKn untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama

Mengapa mahkamah agung didefiniskan sebagai pihak yang mengadili pada tingkat kasasi? apakah berarti mahkamah agung tidak berhak menangani peninjauan kembali (herziening)? jelaskan !

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Peninjauan kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia. Putusan pengadilan yang disebut mempunyai kekuatan hukum tetap ialah putusan Pengadilan Negeri yang tidak diajukan upaya banding, putusan Pengadilan Tinggi yang tidak diajukan kasasi (upaya hukum di tingkat Mahkamah Agung), atau putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). PK tidak dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap apabila putusan tersebut menyatakan bahwa terdakwa bebas.[1]

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab XVIII UU Nomor 8 Tahun 1981, peninjauan kembali merupakan salah satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia.[2] Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa yaitu persidangan di Pengadilan Negeri, sidang banding pada Pengadilan Tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung. Dalam upaya hukum biasa, kasasi Mahkamah Agung merupakan upaya terakhir yang dapat ditempuh untuk mendapatkan keadilan bagi para pihak yang terlibat dalam suatu perkara.[1] Putusan kasasi Mahkamah Agung bersifat akhir, mengikat, dan berkekuatan hukum tetap.[3] PK dapat diajukan terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung apabila pada putusan sebelumnya diketahui terdapat kesalahan atau kekhilafan hakim dalam memutus perkara ataupun terdapat bukti baru yang belum pernah diungkapkan dalam persidangan.[2]

Daftar isi

1 Sejarah

2 Prinsip umum

2.1 Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula

2.2 Tidak menangguhkan atau menghentikan eksekusi

2.3 Dapat dilakukan berkali-kali

3 Yang dapat mengajukan

3.1 Terpidana atau ahli waris

3.2 Kuasa hukum

4 Alasan pengajuan

4.1 Keadaan baru

4.2 Kekeliruan atau kekhilafan hakim

5 Proses

5.1 Permintaan

5.2 Di Pengadilan Negeri

5.3 Di Mahkamah Agung

6 Putusan-putusan PK kontroversial

6.1 Kasus Pollycarpus

6.2 Kasus Sudjiono Timan

7 Lihat pula

8 Referensi

9 Daftar pustaka

Sejarah

Konsep yang serupa dengan peninjauan kembali telah ada ketika Indonesia masih berada dalam kekuasaan pemerintah Hindia Belanda (1847-1940). Pada masa itu konsep memeriksa kembali suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dikenal dengan istilah Herziening van Arresten en Vonnissen dengan lembaga herziening sebagai pelaksana proses pemeriksaan. Ketentuan pelaksanaan herziening diatur dalam Het Reglement op de Strafvordering yang merupakan hukum acara pidana yang berlaku di pengadilan Raad van Justitie (RVJ) pada masa Hindia Belanda.[4]

Istilah peninjauan kembali dalam perundang-undangan nasional mulai dipakai pada Undang-Undang No 19 tahun 1964 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.[5] Dalam pasal 15 undang-undang tersebut disebutkan bahwa Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan, yang ditentukan dengan undang-undang.[5] Permohonan PK dalam sistem peradilan umum di

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh MetaniaRuthPetra dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Thu, 29 Jul 21