Buatlah masing-masing 5 contoh peraturan yang luwes dan kaku Jawab yang

Berikut ini adalah pertanyaan dari Deathphoenix pada mata pelajaran PPKn untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama

Buatlah masing-masing 5 contoh peraturan yang luwes dan kaku

Jawab yang bener please

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Edward T Hall dalam opusnya, The Dance of Life, membagi karakter dan corak kebudayaan menjadi dua tipe: polikronik dan monokronik. Pembagian yang sampai saat ini masih menyisakan perdebatan. Dalam pandangan Hall, masyarakat polikronik adalah masyarakat yang memiliki pandangan luwes soal waktu. Waktu dipandang secara eklektis dan longgar. Ia tidak dimaknai sebagai satuan presisi, tetapi justru sebagai satuan "kompromi". Sebaliknya, pada masyarakat monokronik, waktu dipandang sebagai satuan yang saklek dan pas. Biasanya masyarakat seperti ini mencitrakan diri sebagai masyarakat yang disiplin dan tepat waktu. Waktu dimaknai sebagai sesuatu yang jika kita lewatkan akan membuat kita rugi secara material. Diktum yang biasa digunakan oleh masyarakat seperti ini adalah time is money. Waktu adalah uang. Kehilangan waktu sama artinya dengan kehilangan uang. Cara pandang atau penyikapan manusia terhadap waktu menjadi cara pandang yang material sehingga waktu dipersepsikan sebagai satu entitas yang material juga. Ciri manusia seperti ini sangat mudah kita temukan pada masyarakat-masyarakat industrial yang aktivitasnya sudah diatur secara presisi. Hal yang semula terjadi di Eropa itu, kini menjadi realitas di tingkat global.Jam kantorInggris adalah contoh terbaik untuk menggambarkan masyarakat berpaham monokronik. Setelah Revolusi Industri yang terjadi pada 1750-1850, terjadi perubahan masif di hampir seluruh bidang kehidupan, termasuk pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. Tak cuma di Inggris, tetapi juga di dunia.Pola kerja diatur sedemikian rupa berdasarkan satuan jam yang memiliki presisi tinggi dan harus ditaati. Pelbagai aturan terkait waktu kerja dihasilkan. Karena itu, muncul istilah jam kerja atau jam kantor. Kehidupan menjadi sedemikian mekanik dan robotik. Masyarakat monokronik cenderung memiliki tingkat kedisiplinan sangat tinggi. Satuan waktu dalam membuat janji diatur kaku dan rigid. Tak ada kata terlambat. Tak ada acara molor. Jika membuat janji, patokannya adalah jam, bukan satuan waktu apalagi masa: siang, sore, malam, sekarang, atau nanti.Sementara masyarakat polikronik adalah masyarakat yang laku lampah dan sikap hidup- utamanya sikap dan pemaknaan terhadap entitas waktu-bersifat lebih luwes dan eklektis. Masyarakat ini biasanya memaknai waktu tak harus kaku, ketat, dan presisi. Kita bisa menemukan corak hidup seperti itu pada masyarakat yang mayoritas mata pencariannya nelayan dan petani. Dua bidang kerja tersebut memiliki andil besar dalam membentuk pola pikir dan dunia waktu masyarakatnya.Masyarakat polikronik memaknai waktu sebagai satuan kompromis yang bisa didialogkan. Artinya, tak ada perjanjian yang bersifat kaku. Semuanya bisa didialogkan. Dalam masyarakat polikronik, acara bisa tiba-tiba jadi berantakan atau berubah begitu saja ketika tiba-tiba pejabat penting yang tak diundang memutuskan hadir. Kedaulatan tertinggi masyarakat polikronik bukan pada aturan yang kaku, melainkan pada keluwesan dan komprominya terhadap keadaan.Satuan yang digunakan untuk menandai janji biasanya bukan satuan jam, melainkan satuan masa. Misalnya "kita bertemu habis isya", "bakda zuhur saya tunggu", "kita rapat besok agak sorean". Semuanya adalah dalil sahih bahwa cara pandang masyarakat polikronik terhadap waktu bersifat luwes dan kompromis. Kedua bentuk kebudayaan waktu tersebut, baik monokronik maupun polikronik, tentu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Pada kenyataannya, akan sulit ditemukan masyarakat yang sepanjang kebudayaannya mendekap tradisi monokronik yang kaku dan ketat. Sepanggang seperapian dengan itu, kita juga akan kesulitan mencari masyarakat yang kebudayaannya selalu bersetia pada tradisi polikronik.Indonesia pada titik ini adalah sebuah bangsa yang berdiri di dua kaki. Corak industri yang tersebar di perkotaan menggiring masyarakat menjadi pribadi monokronik, sementara kultur perdesaan yang mayoritas penduduknya adalah petani dan nelayan sudah pasti berbudaya polikronik serta lentur dalam memandang waktu. Upaya mempertentangkan kebudayaan polikronik dengan monokronik secara hitam putih dan oposisi biner adalah tindakan yang kurang tepat, jika tak mau dikatakan salah. Batas antara keduanya dalam praktik kehidupan nyata sangat sumir adanya. Selebihnya, terserah Anda. Berada dalam budaya waktu mana kah Anda?FARIZ ALNIEZARDosen UNUSIA Jakarta dan STAINU Jakarta;Pemimpin Komunitas Omah Aksoro

Penjelasan:

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh dira11321 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Tue, 08 Mar 22