Apa pendapat Soekarno tentang batasan wilayah negara NKRI​

Berikut ini adalah pertanyaan dari NtaCntp pada mata pelajaran PPKn untuk jenjang Sekolah Menengah Atas

Apa pendapat Soekarno tentang batasan wilayah negara NKRI​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Sidang BPUPKI – Pandangan Para Pendiri Bangsa

Penentuan mengenai luas dan batas Indonesia merdeka dibahas dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam Risalah Sidang BPUPKI PPKI yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara, tercatat beberapa pandangan para anggota sidang mengenai penetapan batas wilayah negara.

Soekarno mengemukakan gagasan mengenai Pan Indonesia yang mencakup hingga ke Filipina. Namun, gagasan tersebut pada akhirnya diabaikan oleh Soekarno sendiri mengingat Filipina merupakan negara berdaulat. Soekarno mendukung usulan beberapa pemuda Malaya agar memasukkan wilayahnya menjadi bagian dari Indonesia.

Soekarno juga mengatakan bahwa berdasarkan kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, seharusnya keseluruhan pulau Papua pun menjadi bagian dari Indonesia. Dalam argumentasinya, Soekarno berkata bahwa tidak ada hukum moral, termasuk hukum internasional, yang mewajibkan Indonesia menjadi ahli waris Belanda. Terlebih, Jepang pun tidak pernah sekalipun menyatakan bahwa

Indonesia hanya meliputi wilayah eks Hindia Belanda.

Pandangan Soekarno yang sedikit mengabaikan hukum internasional sejalan dengan pandangan Mohammad Yamin. Dalam pidatonya, Yamin mengatakan bahwa wilayah negara tidak semata-mata didasarkan pada hukum internasional, melainkan juga pada dasar kemanusiaan dan kemauan Tuhan.

Dasar kemanusiaan ini menjadi batasan bagi Indonesia agar tidak mengembangkan nafsu imperialisme. Yamin menghendaki wilayah Indonesia meliputi Sumatera, Melayu, Kalimantan (keseluruhan pulau), Jawa, Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku, dan Papua beserta pulau-pulau kecil di sekelilingnya.

Sementara itu, Mohammad Hatta menyatakan bahwa ia tidak meminta lebih dari daerah Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda. Senada dengan Hatta, A.A. Maramis juga berpandangan bahwa sekiranya Indonesia ingin memasukkan kawasan-kawasan seperti Malaka, Borneo Utara, Timor Portugis, dan sebagian lain dari Papua, ke dalam wilayah Indonesia yang berada di bawah kedaulatan bangsa lain. Maka Indonesia perlu untuk terlebih dahulu mengadakan jajak pendapat di wilayah-wilayah tersebut.

Hal ini untuk memberikan legitimasi bagi penentuan bergabung atau tidaknya wilayah tersebut sebagai bagian dari Indonesia merdeka.

Wilayah Indonesia berbeda antara BPUPKI dengan PPKI

Pada 11 Juli 1945, BPUPKI mengeluarkan keputusan yang diperoleh berdasarkan voting bahwa wilayah Indonesia meliputi Hindia Belanda, Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis, dan pulau-pulau sekelilingnya.

Namun demikian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) Soekarno menyampaikan bahwa ia telah memberitahu Jenderal Terauchi bahwa luas Indonesia hanya meliputi wilayah jajahan Hindia Belanda, tidak kurang dan tidak lebih. Dengan demikian, PPKI secara nyata telah “menganulir” hasil rapat BPUPKI sebulan sebelumnya.

Hasil keputusan PPKI sejatinya lebih sejalan dengan prinsip hukum internasional yang berlaku. Uti Possideti Juris adalah sebuah prinsip yang mendasarkan bahwa wilayah Negara yang baru merdeka mewarisi batasan-batasan wilayah yang dikuasai oleh Negara penjajahnya.

Dalam ranah tata negara, Pasal II Peraturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi dasar bagi berlakunya perjanjian yang ditandatangani oleh Pemerintah kolonial Belanda dengan negara lain, termasuk perjanjian perbatasan yang menetapkan batas wilayah.

Penjelasan:

Indonesia Menghormati Hukum Internasional

Rapat BPUPKI menunjukkan bahwa beberapa pendiri bangsa memiliki mimpi dan cita-cita besar akan sebuah negara besar yang ingin ditunjukkan dengan keluasan wilayah. Namun demikian, pada akhirnya mereka menyadari bahwa sebagai sebuah bangsa yang beradab, Indonesia harus menghormati prinsip-prinsip hukum internasional dengan tidak mengklaim lebih dari apa yang menjadi hak kita.

Hal ini pula lah yang terus menjadi moral compass bagi Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya. Kiranya kita harus bersyukur bahwa kita memiliki pendiri bangsa yang memahami hukum internasional sebagai panduan dalam hubungan antarbangsa.

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh sandalsowalo30 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Mon, 27 Feb 23