Jawaban:

Mengapa bangsa lain masi ada yang tidak menghargai Indonesia?

Beberapa faktor mungkin ;

Indonesia dinilai tidak tahu cara menghargai sejarah dan kultur budaya bangsa sendiri. Akibatnya, tidak jarang untuk belajar sejarah budaya Indonesia harus ke luar negeri.

Dicontohkannya, ada museum di Swiss yang memiliki koleksi kain dari povinsi-provinsi di Indonesia. Kain-kain tersebut dikumpulkan sejak awal abad ke-18. Demikian juga halnya dengan penjajah Belanda. Meski pun menjajah, tetapi mereka menyimpan kultur budaya Indonesia secara tertata.

"Hanya dalam kurun waktu empat tahun, Raffles (Thomas Stamford Raffles-red) bisa membuat buku 'The History of Java' (1817). Buku itu masih masih menjadi buku terbaik yang membahas kebudayaan Indonesia hingga saat ini. Masak kita tidak malu? Kenapa tidak orang Indonesia saja yang membuat buku tentang kebudayaan Indonesia," ketusnya.

Ia menambahkan, saat ini sebagian besar aset historis bangsa Indonesia sudah tidak ditemui di Indonesia. Ini sangat miris mengingat Indonesia terdiri dari berbagai kultur dan etnik tetapi tidak memiliki dokumentasinya.

"Dari 300 etnis dan 500 bahasa daerah yang ada di Indonesia, sama sekali tidak ada orang Indonesia yang memiliki kepedulian untuk menelaah atau mendokumentasikannya. Apa kita harus membiarkan kultur bangsa sendiri hilang satu per satu?"

Biranul menambahkan, seharusnya Indonesia peduli terhadap potret perubahan zaman itu sendiri. Seperti adanya becak, dokar atau andong dan sarana transportasi lainnya sekalipun sarana transportasi tersebut saat ini sudah banyak ditinggalkan, tetapi asli milik bangsa Indonesia.

"Kalau itu didokumentasikan, maka generasi yang akan datang tidak akan mengalami mis kebudayaan. Tetapi yang ada, aset-aset seperti itu malah ditemukan di New York, salah satunya ditemukan di Metropolitan Museum. Mereka dengan apik membuat video dan foto dari kendaraan tradisional dan makanan tradisional di Indonesia seperti lontong dan sate. Namun kita malah malu kalau naik becak dan andong," ujarnya.

Maaf kalau salah