Berikut ini adalah pertanyaan dari wheyukhasi pada mata pelajaran Ekonomi untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
2. Jakarta, 12/06/2020 Kemenkeu - Krisis wabah COVID-19 yang penuh ketidakpastian lamanya baik dibidang kesehatan maupun ekonomi membuat pemerintah menghitung ulang biaya yang diperlukan
untuk sekedar menahan dampaknya agar tidak makin dalam. Oleh karena itu, pemerintah
menganggarkan total Rp677,20 triliun yang mencakup biaya untuk kesehatan penanganan COVID-19
dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Situasi COVID-19 membuat kebutuhan anggaran berubah sehingga pemerintah perlu bergerak cepat
namun tetap hati-hati dengan mengubah postur APBN 2020 yang sudah diubah dalam Perpres 54/2020
menjadi postur APBN yang lebih baru dimana saat ini, setelah Perppu No.1/2020 disahkan menjadi UU
No.2/2020, postur APBN cukup disahkan melalui Perpres saja untuk kecepatan merespon kondisi di
lapangan.
"Perubahan postur, perubahan defisit, secara resmi kalau kondisi normal harus dilakukan dengan APBN
dan APBN-P. Saat ini, di tahun 2020, dasar hukumnya Perppu No.1/2020 yang kemudian ditetapkan
menjadi UU No.2/2020 dimana pergantian postur dilakukan dengan Perpres. Secara resminya, kita
mengubah postur baru sekali tahun ini yaitu dengan Perpres 54/2020. Ini kita sedang melihat dengan
prinsip kehatian-hatian dan perlu bertindak cepat di lapangan, tenaga kerja, kemiskinan, dsb. Tujuan
pemerintah dengan Perppu itu ingin bergerak cepat dan responsif. Inilah kenapa kita merasa perlu
mengubah postur dari Perpres 54 dengan postur yang lebih baru," jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal
(Kepala BKF) Febrio Kacaribu pada acara virtual Tanya BKF mengenai Program Pemulihan Ekonomi
Nasional dan Isu Fiskal Lainnya, Kamis (04/06) di Jakarta.
Ia melanjutkan, penambahan anggaran tersebut berimplikasi juga meningkatkan defisit menjadi 6,34%
dari sebelumnya 5,07% sesuai Perpres 54/2020.
"Kemarin sudah ditetapkan dalam kabinet, defisitnya adalah 6,34%. Sebelumnya, 5,07%. Kalau ini cepat
disahkan (usulan perubahan postur APBN), maka kita sudah punya 3 postur tahun ini. Postur pertama
adalah APBN 2020, yang kedua perubahannya di Perpres 54 lalu Perpres berikutnya adalah perubahan
posturnya yang kedua," tuturnya.
Ia menggambarkan, bahwa kecepatan pemerintah mengubah anggaran cukup dengan menggunakan
Perpres sebagai landasan hukum seperti yang diamanatkan UU No.2/2020 merupakan respon terhadap
cepatnya perubahan di kala pandemi yang segala sesuatunya serba tidak normal, unprecedented (tidak
pernah terjadi sebelumnya) sehingga perlu dicari solusi yang tidak konvensional (unconventional) pula.
"Ini sekedar mencerminkan kondisi yang tidak normal yang membutuhkan kecepatan pengambil
kebijakan untuk segera memberikan landasan hukum yang kuat untuk perubahan yang cepat,"
pungkasnya.
Sumber :
Negara sebagai pengelola keuangan membutuhkan hak dan kewenangan untuk menyelenggarakan
keuangan negara tersebut. Sebutkan hak negara tersebut!
untuk sekedar menahan dampaknya agar tidak makin dalam. Oleh karena itu, pemerintah
menganggarkan total Rp677,20 triliun yang mencakup biaya untuk kesehatan penanganan COVID-19
dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Situasi COVID-19 membuat kebutuhan anggaran berubah sehingga pemerintah perlu bergerak cepat
namun tetap hati-hati dengan mengubah postur APBN 2020 yang sudah diubah dalam Perpres 54/2020
menjadi postur APBN yang lebih baru dimana saat ini, setelah Perppu No.1/2020 disahkan menjadi UU
No.2/2020, postur APBN cukup disahkan melalui Perpres saja untuk kecepatan merespon kondisi di
lapangan.
"Perubahan postur, perubahan defisit, secara resmi kalau kondisi normal harus dilakukan dengan APBN
dan APBN-P. Saat ini, di tahun 2020, dasar hukumnya Perppu No.1/2020 yang kemudian ditetapkan
menjadi UU No.2/2020 dimana pergantian postur dilakukan dengan Perpres. Secara resminya, kita
mengubah postur baru sekali tahun ini yaitu dengan Perpres 54/2020. Ini kita sedang melihat dengan
prinsip kehatian-hatian dan perlu bertindak cepat di lapangan, tenaga kerja, kemiskinan, dsb. Tujuan
pemerintah dengan Perppu itu ingin bergerak cepat dan responsif. Inilah kenapa kita merasa perlu
mengubah postur dari Perpres 54 dengan postur yang lebih baru," jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal
(Kepala BKF) Febrio Kacaribu pada acara virtual Tanya BKF mengenai Program Pemulihan Ekonomi
Nasional dan Isu Fiskal Lainnya, Kamis (04/06) di Jakarta.
Ia melanjutkan, penambahan anggaran tersebut berimplikasi juga meningkatkan defisit menjadi 6,34%
dari sebelumnya 5,07% sesuai Perpres 54/2020.
"Kemarin sudah ditetapkan dalam kabinet, defisitnya adalah 6,34%. Sebelumnya, 5,07%. Kalau ini cepat
disahkan (usulan perubahan postur APBN), maka kita sudah punya 3 postur tahun ini. Postur pertama
adalah APBN 2020, yang kedua perubahannya di Perpres 54 lalu Perpres berikutnya adalah perubahan
posturnya yang kedua," tuturnya.
Ia menggambarkan, bahwa kecepatan pemerintah mengubah anggaran cukup dengan menggunakan
Perpres sebagai landasan hukum seperti yang diamanatkan UU No.2/2020 merupakan respon terhadap
cepatnya perubahan di kala pandemi yang segala sesuatunya serba tidak normal, unprecedented (tidak
pernah terjadi sebelumnya) sehingga perlu dicari solusi yang tidak konvensional (unconventional) pula.
"Ini sekedar mencerminkan kondisi yang tidak normal yang membutuhkan kecepatan pengambil
kebijakan untuk segera memberikan landasan hukum yang kuat untuk perubahan yang cepat,"
pungkasnya.
Sumber :
Negara sebagai pengelola keuangan membutuhkan hak dan kewenangan untuk menyelenggarakan
keuangan negara tersebut. Sebutkan hak negara tersebut!
Jawaban dan Penjelasan
Pertanyaan diatas belum terjawab
Last Update: Sun, 28 Aug 22