salah satu bunyi pasal hukum dasar hasil sidang BPUPKI adalah

Berikut ini adalah pertanyaan dari bibitpamuji pada mata pelajaran PPKn untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama

salah satu bunyi pasal hukum dasar hasil sidang BPUPKI adalah presiden ialah orang Indonesia asli setelah dilakukan perubahan oleh sidang PPKI menjadi presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam benar atau salah?​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Melbourne - Di awal Oktober ini, Partai Persatuan Pembangunan mengusulkan bunyi Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 dikembalikan menjadi, "Presiden ialah orang Indonesia Asli".

Sebelumnya, melalui Perubahan Ketiga pada tahun 2001, ketentuan itu diubah menjadi, "Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden".

Sulit untuk menafikan, bahwa pemikiran untuk kembali kepada rumusan sebelum perubahan konstitusi itu tidak terkait dengan dinamika politik terkini, khususnya Pemilihan Gubernur di Jakarta. Sejak Gubernur Jokowi berhasil menjadi Presiden, pemikiran bahwa Jakarta adalah tangga politik menuju "Indonesia 1" adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan.

Maka, menjadi normal pemikiran—dan kekhawatiran—bahwa siapapun yang menjadi gubernur terpilih Jakarta dalam Pilgub 2017, berpeluang menjadi salah satu calon presiden di 2019. Jadi, mengembalikan syarat presiden "Indonesia Asli" tentu bisa menghentikan langkah Basuki Tjahaja Purnama, yang keturunan Tionghoa, ataupun Anies Baswedan, yang keturunan Arab, sebagai calon presiden—atau paling tidak calon wakil presiden di tahun 2019.

Padahal, tentang capres 2019 ini, saya mendengar informasi bahwa salah satu kontrak politik yang ditandatangani Anies Baswedan untuk dapat dicalonkan menjadi gubernur adalah janjinya untuk tidak menjadi kontestan dalam Pilpres 2019.

Namun, saya tidak akan mengulas lebih jauh soal Pemilihan Gubernur Jakarta, yang telah penuh dengan hingar-bingar tersebut, yang semoga tidak makin kontraproduktif bagi pendewasaan demokrasi kita. Catatan Kamisan ini akan saya dedikasikan untuk melihat dari sisi hukum tata negara, lebih tepat lagi dari sisi hukum konstitusi, soal syarat calon presiden, khususnya tentang asal-muasal sang calon presiden.

"Indonesia asli" adalah istilah yang digunakan dalam UUD 1945. Istilah itu masih digunakan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 terkait kewarganegaraan, yang membedakan WNI menjadi dua, yaitu orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain.

Dalam istilah yang berbeda, bangsa Indonesia asli disebut juga pribumi—atau di Malaysia Bumiputera, sebagai lawan dari non-pribumi. Kata yang terakhir biasanya secara sosiologis lebih disematkan kepada saudara kita yang keturunan etnis Tionghoa. Warga negara keturunan pun karenanya dimaknai sebagai WNI yang orang tuanya berasal dari bangsa lain. Namun, sekali lagi, warga negara keturunan biasanya lebih merujuk pada saudara kita dari etnis Tionghoa.

Namun, istilah pribumi sendiri adalah konsep diskriminatif yang berusaha membagi masyarakat Indonesia berdasarkan ras dan asal-usulnya. Istilah itu muncul di zaman Belanda sebagai terjemahan dari inlander, yaitu ras kelas ketiga berdasarkan Undang-Undang Kolonial Belanda tahun 1854. Sedangkan ras kelas pertama adalah bangsa Eropa dan ras kelas kedua adalah bangsa Timur Asing, yang meliputi Tionghoa, Arab dan India.

Pada akhir abad ke-19 orang pribumi kemudian dikenal dengan istilah Indonesiërs ("Orang Indonesia"). Segregasi demikian sebenarnya hampir sama dengan politik diskriminasi apartheid di Afrika Selatan yang memisahkan masyarakat dan melarang interaksi berdasarkan ras.

Maka, ketika Perubahan Ketiga UUD 1945 menghilangkan syarat "Indonesia Asli" bagi calon presiden, itu adalah bentuk kemerdekaan hakiki dan kelapangan luar biasa dari kelompok pribumi, guna menghilangkan sekat diskriminasi, dan lebih mewujudkan janji kebhinnekaan yang menghormati keberagaman, termasuk dalam hal beragama. Apalagi, penghilangan kata 'asli' itu sebenarnya penghormatan atas kebhinnekaan Indonesia yang kesekian.

Penghormatan pertama kelompok pribumi-Islam untuk merawat dan merajut Indonesia yang berbhinneka adalah ketika para pendiri bangsa kita pada tanggal 18 Agustus 1945 menyetujui draft UUD 1945 yang disiapkan BPUPKI, tetapi dengan tiga perubahan, yaitu:

1) Piagam Jakarta disahkan sebagai pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan mengubah judulnya, dari 'Mukaddimah', sebuah kata dalam bahasa Arab, menjadi 'Pembukaan';

2) Tujuh kata yang berkaitan dengan syariah Islam dihilangkan dari Pembukaan dan Pasal 29 ayat (1); dan

3) Syarat bahwa calon presiden harus beragama Islam dihapuskan dari Pasal

Berita Terkait

Kasus Ahok dan Akibat Hukumnya

YEAR AND DEAL, Discount 200 Jutaan, Rumah SIap Huni

Promoted

Ahok, Penistaan Agama dan Supremasi Hukum

Toleransi Beragama di Australia

Rekomendasi

detikFinance

Pengumuman! Tol Akses Bandara Kertajati Segera Operasi

Kamis, 25 Nov 2021 22:45 WIB

Penjelasan:

ahok penistaan beragama di arustalia dan supremasih hukum

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh tiara8158 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Sat, 19 Feb 22