"Politik etis" adalah sebuah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada masa penjajahan di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada awal abad ke-20. Kebijakan ini diumumkan pada tahun 1901 oleh Menteri Koloni Belanda, Conrad Theodor van Deventer.

Secara singkat, "politik etis" adalah sebuah konsep yang bertujuan untuk memberikan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik kepada penduduk pribumi (pribumi) di Hindia Belanda. Kebijakan ini sebenarnya merupakan respons terhadap kritik internasional yang semakin meningkat terhadap perlakuan kolonialisme yang keras terhadap penduduk pribumi.

Politik etis berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar penduduk pribumi seperti pendidikan, kesehatan, dan perbaikan infrastruktur. Tujuan utama kebijakan ini adalah untuk meningkatkan taraf hidup penduduk pribumi, menciptakan kelas menengah yang pro-Belanda, dan meredam perlawanan terhadap penjajahan.

Namun, "politik etis" juga memiliki sisi yang kontroversial. Kebijakan ini tetap bertujuan untuk mempertahankan kepentingan kolonial Belanda, menjaga kontrol politik, dan mengoptimalkan eksploitasi sumber daya alam di Hindia Belanda. Beberapa kritikus menilai kebijakan ini sebagai upaya penguasa kolonial untuk mempertahankan dominasinya secara lebih manusiawi dan lebih terorganisir.

Dalam praktiknya, "politik etis" tidak sepenuhnya mencapai tujuannya. Kendala seperti korupsi, ketidaksetaraan, serta eksklusi penduduk pribumi dari kekuasaan politik dan ekonomi masih berlanjut. Meskipun ada beberapa upaya yang dilakukan dalam kerangka politik etis, tetapi sebenarnya pemerintah kolonial Belanda tetap mengendalikan penuh kekuasaan dan keuntungan atas Hindia Belanda hingga masa kemerdekaan Indonesia.