apa hambatan yang dialami dalam mengenal silsilah keluarga?​

Berikut ini adalah pertanyaan dari ndarissa pada mata pelajaran IPS untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama

Apa hambatan yang dialami dalam mengenal silsilah keluarga?​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Di Jawa, ada istilah “Aja nganti kepaten obor” (jangan sampai apinya padam). Jargon tersebut diungkapkan ketika hendak membangun ikatan silaturahmi dengan kerabat atau saudara, bahkan yang jarang kita temui sekalipun.

Paling tidak, dengan mengenal anggota keluarga besar, Anda dapat bertegur sapa saat tidak sengaja bertemu di jalan, atau tahu harus mencari siapa saat membutuhkan bantuan di tempat yang belum pernah Anda kunjungi sebelumnya.

Di situlah pentingnya pemahaman tentang silsilah keluarga, khususnya bagi generasi muda dalam wangsa atau dinasti atau trah Anda. Pasalnya, saat ini semakin banyak anak muda yang sudah ‘putus pertalian’ dengan generasi yang lebih tua atau saudara jauhnya.

Lantas, bagaimana caranya menelusuri silsilah keluarga? Apa manfaat yang bisa diperoleh? Mengapa kita membutuhkan pengetahuan yang mumpuni tentang jejak keturunan keluarga besar kita?

Psikolog Klinik Terpadu Universitas Indonesia Depok Ratih Zulhaqqi menegaskan pengenalan silsilah keluarga sangat krusial bagi anak atau generasi muda. Sebab, keluarga adalah tempat pertama di mana setiap individu belajar tentang apapun.

Keluarga juga merupakan tempat di mana setiap orang kembali ketika mereka menemui kesulitan. Oleh karena itu, pengenalan silsilah keluarga harus dilakukan oleh orang-orang dewasa kepada anak-anak mereka sejak kecil.

Secara manfaat, pengenalan silsilah keluarga akan membuka jendela pengetahuan individu tentang nilai-nilai hidup maupun tradisi yang dipupuk di dalam wangsa mereka. Nilai-nilai tersebut lantas dicerna dan dimaknai untuk diaplikasikan ke dalam kehidupan.

“Misalnya, satu keluarga menganut adat Jawa. Saat seseorang tidak mengenal keluarga besarnya, dia akan kesulitan mengaplikasikan value dalam keluarganya. Padahal, value itu penting sekali agar kehidupan seseorang menjadi lebih terarah,” jelasnya.

Minimnya pengetahuan akan silsilah keluarga juga berdampak pada lemahnya relasi yang terjalin antarindividu di dalam keluarga besar. Padahal, ikatan kekerabatan sangat penting untuk memperkaya jaringan dan lingkar hubungan dalam kehidupan sosial seseorang.  

Khusus untuk anak, ketidaktahuan akan silsilah keluarga dapat berimbas secara tidak langsung terhadap kestabilan psikologis mereka. Semakin sedikit personel keluarga besar yang dikenal, semakin minim pula pertautan kasih sayang yang dimiliki seorang anak.

“Keluarga itu kan menjadi sumber suplai kasih sayang. Jadi, kalau semakin sedikit keluarga yang dia kenal, pasti suplai kasih sayangnya pun semakin sedikit. Nah, ini pasti akan memengaruhi keseimbangan dia secara psikologis.”

Dia mencontohkan jika seorang anak sulit terbuka pada orang tuanya, tapi dia juga tidak mengenal sepupu, paman/bibi, atau saudara jauhnya, maka dia tidak punya tempat lagi yang dapat dijadikan sebagai wadah curahan hati.

Ratih mengatakn orang tua memang seharusnya menjadi pagar utama dalam pengenalan generasi muda terhadap silsilah keluarganya. Tujuannya, agar anak tidak merasa canggung atau asing di tengah keluarga besarnya sendiri.

Namun, di kota-kota besar seperti Jakarta, waktu kerap menjadi kendala bagi orang tua untuk mensosialisasikan anggota keluarga besar kepada anak-anak mereka. Kebanyakan orang tua di kota-kota sibuk menghabiskan waktunya di luar rumah.

“Jangankan mengenalkan ke keluarga besar, untuk berinteraksi dengan anak saja kadang-kadang mereka minim sekali. Saat akhir pekan pun lebih banyak digunakan untuk me time atau istirahat karena sudah terlalu lelah bekerja.”

Guna mengatasi hal tersebut, dia menyarankan agar sarana media sosial dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan intensitas komunikasi antarkeluarga. Salah satu tipsnya adalah dengan membentuk ‘grup keluarga’ melalui aplikasi komunikasi.

Cara lainnya adalah dengan saling berkirim surat. Meskipun metode tersebut terbilang cukup ketinggalan zaman, Ratih percaya surat-menyurat dapat menjadi sarana mengekspresikan hal-hal yang mungkin tidak dapat terucap secara verbal.

“Selain itu, setiap keluarga sepertinya harus punya buku silsilah yang terus diperbarui dan dilanjutkan kepada generasi mudanya. Sehingga, mereka tahu siapa kakek buyutnya dan sebagainya. Jadi, semacam primbon,” tuturnya.

Penjelasan:

semoga bermanfaat

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh cintaindah024 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Wed, 26 Oct 22