Agama Suku Dayak dan cara beribadah

Berikut ini adalah pertanyaan dari darrenkienta pada mata pelajaran IPS untuk jenjang Sekolah Dasar

Agama Suku Dayak dan cara beribadah

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

agama suku dayak adalah keharingan

Penjelasan:

Penganut Agama Kaharingan sebagai agama leluhur Suku Dayak melaksanakan ibadah Basarah. Mereka menuntut pengakuan pemerintah pusat agar jangan di bawah payung agama Hindu.

PUKUL 10.00 pagi, suara gong berdengung tiga kali, menandakan saatnya waktu untuk ibadah persembahyangan “Basarah” di rumah ibadah Balai Basarah umat Kaharingan di Desa Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas. Satu per satu umat kaharingan dari berbagai usia berdatangan untuk memulai ibadah Basarah yang diartikan “menyerahkan segala kepasrahan kita kepada Tuhan Ranying Hatalla” ungkap Kokon, laki-laki berusia 71 tahun yang memukul gong sebagai penanda waktu ibadah yang dilakukan Jumat pagi akan segera dimulai.Ibadah pun dimulai, mereka yang berjumlah sekitar 50-an orang duduk membentuk lingkaran mengelilingi sangku (tambak raja) yang diletakkan di atas meja dan simbol pohon batang haring (pohon kehidupan) yang diujungnya terdapat burung Anggang (Enggang) masing-masing umat mengumpulkan uang di tempat dupa sebagai simbol untuk memberikan rezeki dari uang yang mereka dapatkan selama seminggu untuk kegiatan agama.

Selanjutnya mereka membaca Talatah Basarah (penuntun persembahyangan) yang terdiri atas Kandayu: nyanyian suci umat kaharingan yang dinyanyikan secara bersama dipimpin oleh seorang imam, Dolok yang berdiri di altar yang berlanjut memberikan siraman rohani.

Persembahyangan ditutup dengan doa penutup Parawei Kahapus Basarah dengan menutup mata dan menyalipkan kedua tangan. Lalu dua orang perempuan di antara umat yang beribadah mememercikan air suci dan meletakkan beberapa butir beras ke kepala. Beras merupakan simbol kehidupan bagi umat Kaharingan. Alat-alat yang disiapkan untuk Basarah di antaranya: sangku, beras, bulu tinggang (enggang), sipa (daun sirih), kambang (bunga), mata uang, behas hambaruan (beras terpilih) selain Basarah juga masih banyak ibadah dan upacara lain.

Menurut kalender suku Dayak, agama Kaharingan dahulu disebut agama Heloe (agama Helu) air kehidupan. Sekitar pertengahan tahun 1945, kepercayaan asli orang Dayak ini telah mempunyai nama tersendiri yaitu Kaharingan. Kitab sucinya disebut Panaturan dan Hari Sucinya disebut Hintan. Tata kehidupan suku Dayak disebut “belum bahadat” artinya hidup mentaati aturan dan tata susila yang baik (hidup beradab) untuk memperoleh hidup damai, tenteram, dan sejahtera lahir-batin.

Umat Kaharingan di Tumbang Malahoi saat ini mencapai 300-an, semenjak masuk Kristen dan Islam, penganut Kaharingan memang mulai berkurang. Seperti Ibu Masrah, dari ketiga anaknya dua orang berpindah agama, yang satu ke Islam dan satu lagi anaknya menganut Kristen. “Saya tidak mau pindah kepercayaan, hati saya masih di Kaharingan,” tutur Masrah.

Arton S Dohong selaku ketua majelis umat Hindu kaharingan dan Wakil Bupati Gunung Mas memaparkan bahwa dari sisi perkembangan, kenyataannya kondisi Kaharingan sendiri sangat mnmprihatinkan. Kemampuan sumber daya dan upaya umat Kaharingan itu sendiri sangat terbatas. Keterbatasan inilah yang merupakan kendala paling berat dan besar yang membuat Kaharingan tidak bisa berkembang dengan baik.

Sejak tahun 1980-an, Kementrian Agama meletakkan Kaharingan di bawah payung agama Hindu, tetapi lama kelamaan seolah mereka dipaksakan membaur dengan Hindu, merujuk kebutuhan KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang hanya mengakui lima agama besar termasuk Hindu, sedangkan isi kepercayaannya berbeda jauh, kemiripannya terletak pada upacara-upacara yang kerapkali dilaksanakan, namun isi upacara pun berbeda makna. Di Indonesia, tidak ada satu pun agama leluhur yang diakui dengan legal oleh negara, bahkan di Karawang, penganut agama Sunda Wiwitan tidak mempunyai KTP untuk tetap setiap pada kepercayaannya.

Pemerintah pusat RI sama sekali tidak memberi perhatian tentang hal ini, bahkan saat Arton berkunjung ke Jakarta 2005-2006 hingga ke pihak Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah pusat seolah tidak peduli.

“Kaharingan ini kan tempat beribadahnya ada, kitab sucinya ada, hari-hari besarnya ada, hal-hal seperti ini masa tidak dianggap sebagai sesuatu yg positif, dan saya rasa orang Kaharingan patuh pada peraturan, tapi ketika haknya dikebiri oleh pemerintah pusat ini yang saya kira menjadi sesuatu untuk kami meminta hak,” ujar Arton.

Arton berharap betul agar pemerintah memahami apa yang orang Kaharingan inginkan, mudah-mudahan pada masa-masa akan datang umat Kaharingan tidak berhenti untuk berjuang, semoga semua orang yang mengerti tentang Kaharingan dan hak-hak tentang warga negara mau memperjuangkan hak orang Kaharingan.

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh smpnauliya dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Thu, 28 Apr 22