Jawaban:

Ringkasan:

Hiruk-pikuk perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China telah memukul harga sejumlah komoditas pada kuartal I- 2018 ini. Isu fundamental mendominasi pergerakan harga komoditas energi kecuali harga minyak mentah yang sejak awal tahun bergerak dalam area konsolidasi. Pada komoditas batubara melemahnya harga dipicu oleh permintaan global yang menurun. Meski begitu, koreksi harga batubara masih lebih baik dibanding kuartal yang sama tahun sebelumnya yang turun hingga 8%. Kecenderungan negara-negara Asia beralih pada sumber energi terbarukan membuat permintaan batubara menurun, seperti China yang mewajibkan 15% dari total pembangkit listrik independen menggunakan energi gas alam hingga tahun 2020. Sementara itu untuk komoditas gas alam di sepanjang Q-1 harganya cenderung mengambang. Musim dingin belum cukup melambungkan harga gas alam dan relatif stabil karena permintaan masih terjaga. Di saat yang sama, komoditas ini menghadapi tekanan dari kenaikan produksi di AS. Prospek harga gas akan didorong selain karena kebutuhan rumah tangga untuk mengatasi musim dingin, permintaan datang dari sektor pembangkit listrik terutama China yang mencetak kenaikan impor LNG sebesar 27% menjadi 68,57 juta ton dan menjadi negara pengimpor gas alam terbesar kedua setelah Jepang.

Harga pada komoditas logam industri seperti tembaga juga turun meskipun sempat menguat signifikan hingga awal tahun akibat defisit yang mencapai 167.000 ton tahun lalu. Prospek harga tembaga masih positif meski ada tekanan sentimen perang dagang, karena permintaan dari industri kendaraan elektrik akan meningkat. Kondisi berbeda dialami nikel dan timah. Harga kedua komoditas ini justru cenderung menguat berkat adanya kenaikan permintaan, dan terjadinya defisit pada produksi. Permintaan bagi timah menanjak terutama dari industri elektronik, seperti ponsel pintar. Sementara harga nikel masih bergairah yang dipengaruhi oleh defisit pasokan yang jumlahnya mencapai 80.000-90.000 ton.

Harga komoditas pertanian dan perkebunan di bulan April sebagian besar terpantau bergerak positif. Harga komoditas kakao, kopi, kedelai dan udang mengalami kenaikan, sementara komoditas kelapa sawit dan karet melemah, serta komoditas bubur kertas terpantau bergerak mendatar. Tekanan harga menghadang laju harga CPO yang dipicu oleh banjir produksi di Indonesia dan Malaysia. Tekanan pada harga CPO semakin dahsyat saat Uni Eropa menolak produk CPO dari Indonesia dan Malaysia. Dampaknya secara spekulasi cukup luar biasa berpengaruh, sehingga harga CPO terus turun.*