Berikut ini adalah pertanyaan dari faisal260798 pada mata pelajaran Ekonomi untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
Pada tataran level pertumbuhan ekonomi, Indonesia tidak jelek-jelek amat, karena masih tumbuh 5%-an. Dibandingkan dengan negara Asean juga masih cukup baik. Menurut data Bank Indonesia (2018), Indonesia tumbuh 5,27% pada triwulan II/2018, sedangkan Malaysia 4,5%, Singapura dan Thailand masing-masing 3,9% dan 4,6%. Filipina mencatat pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di Asean, hingga 6%.
Dengan realisasi pertumbuhan rata-rata 5% per tahun, kritik terhadap capaian tersebut sangat kencang. Sumber masalah terkait dengan jauhnya antara realisasi dan target, baik yang ditetapkan di APBN maupun di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Memang, margin pertumbuhan antara target APBN dan realisasinya tidak begitu lebar, tetapi hal itu sangat jomplang ketika disandingkan dengan RPJMN 2015-2019. Dengan target rata-rata pertumbuhan 7% per tahun, margin pertumbuhan menjadi 2%.
Pada triwulan lalu, ada pergerakan yang lebih baik lewat pertumbuhan 5,27%. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang 2015-2018. Namun, struktur ekonomi belum banyak berubah. Dari sisi permintaan, ekonomi begitu bergantung pada stabilitas daya beli lewat konsumsi rumah tangga. Syaratnya adalah perlu menjaga inflasi rendah dan stabil.
Harus diakui bahwa inflasi 2015-2018 sudah cukup rendah, rata-rata di bawah 4%. Namun, tetap saja konsumsi rumah tangga tumbuh lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Atau pahit-pahitnya belum dapat tumbuh di bawah 5% (kecuali triwulan lalu).
Konsumsi rumah tangga hanya bisa bergerak di atas 5% saat periode-periode konsumsi tinggi seperti Ramadan, Idulfitri, tahun ajaran baru, Natal, dan tahun baru.
Dalam kaitannya dengan perlambatan konsumsi rumah tangga, ada baiknya ditelusuri dari struktur ketenagakerjaan Indonesia. Lebih dari 1/3 penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian dan hampir 60% bekerja pada sektor informal. Mereka akan sangat sensitif terhadap perubahan harga.
Daya beli petani sangat terganggu oleh beberapa kondisi, seperti kenaikan harga barang-barang yang diatur pemerintah (administered price) serta kebijakan impor saat panen. Memang inflasi akan melambat karena pasokan komoditas meningkat lewat impor.
Sayangnya, langkah-langkah tersebut tidak mampu memperbaiki ekonomi petani. Dengan porsi hingga 30% dari tenaga kerja nasional, daya beli petani akan signifikan menentukan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Dari sisi lapangan usaha (penawaran), ada kekhawatiran soal perlambatan industri pengolahan. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri hanya 3,97%. Angka tersebut bukan hanya lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga merupakan level terendah sejak 2015.
Selain itu triwulan II/2018 juga menjadi periode terendah dari pangsa industri pengolahan terhadap produk domestik bruto (PDB), hanya 19,83%. Pada triwulan IV/2017, pangsa industri pengolahan terhadap PDB masih 19,93%. Dampak depresiasi rupiah terhadap dollar AS cukup memukul industri maufaktur, karena menyebabkan biaya produksi semakin mahal.
Sudah jamak diberitakan bahwa 70% dari impor nonmigas berisi bahan baku atau penolong untuk industri. Ini menyebabkan harga produk-produk industri nasional relatif lebih mahal, sehingga konsumen lebih suka membeli barang impor (konsumsi) terutama lewat e-commerce.
Berkurangnya peranan sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi seringkali dimaknai sebagai proses transformasi. Hal ini diawali dari perlambatan sektor pertanian, lalu industri dan lonjakan sektor jasa. Idealnya, transformasi ekonomi harus sejalan dengan transformasi di sektor ketenagakerjaan.
Celakanya yang terjadi di Indonesia sangat berbeda. Struktur perekonomian sudah bergerak ke sektor jasa, tetapi tenaga kerja masih tertumpuk di sektor pertanian. Inilah yang menyebabkan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan sulit ditekan.
Kondisi tenaga kerja nasional memang masih cukup mengkhawatirkan di tengah-tengah keterbukaan ekonomi yang semakin lebar. Ada beberapa data yang dapat menunjukkan kondisi tersebut.
Pertama, 60% tenaga kerja berpendidikan rendah (SMP ke bawah). Kedua, porsi tenaga kerja informal dominan. Ketiga, tenaga kerja terkonsentrasi di sektor tradable di tengah-tengah penurunan kinerja sektor pertanian, dan deindustrialisasi. Keempat, lebih dari 1/3 pekerja berada pada pekerjaan paruh waktu dan setengah penganggur.
Pada akhirnya, esensi pertumbuhan ekonomi memang bukan hanya bergerak pada angka yang dicapai, namun juga pada struktur yang tercipta. Dengan demikian tidak salah jika menyarankan agar pemerintah fokus ke sektor-sektor tradable serta menjadi daya beli lewat penggunaan sumber daya lokal.
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh susisslh dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Mon, 07 Jun 21