Kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 semakin parah. Hal ini terlihat ketika masa penjajahan Belanda. Pihak Belanda memeras kekayaan sekaligus tenaga rakyat Indonesia demi kepentingannya sendiri. Hal ini membuat rakyat semakin miskin dan menderita. Seluruh kekayaan Indonesia dikuasai oleh Belanda untuk membangun negaranya, bahkan Belanda termasuk negara kaya raya di wilayah Eropa pada saat itu. Akibat penderitaan ini, rakyat Indonesia memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan. Perlawanan ini dilakukan diberbagai wilayah Indonesia dan dipimpin oleh kaum bangsawan maupun para ulama seperti Pangeran Diponegoro (Jawa Tengah), Sultan Hasanuddin (Sulawesi Selatan), Tuanku Imam Bonjol (Sumatera Barat), dan Sultan Ageng Tirtayasa (Banten). Namun perjuangan ini masih bersifat kedaerahan sehingga tidak terorganisasi secara modern. Hal inilah yang membuat perjuangan rakyat Indonesia belum berhasil.

Kemudian memasuki 1908, muncul golongan terpelajar sebagai dampak dari kebijakan politik etis. Golongan terpelajar sadar dan berupaya untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai diskriminasi yang dilakukan oleh penjajah serta berusaha untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan rasa nasionalisme melalui pendidikan untuk melawan penjajah. Untuk melawan penjajah, tidak harus melalui pertempuran, melawan penjajah dapat dilakukan melalui pergerakan organisasi-organisasi modern yang dibentuk para golongan terpelajar. Salah satu contohnya adalah berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi pertama yang didirikan setelah tahun 1908 dan sebagai tongkat kebangkitan nasional di Indonesia.