Dialog riba qardhawi dapat terjadi dalam situasi seperti ini:

Ahmad: "Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Bapak Hasan. Apa kabar?"

Hasan: "Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah, baik-baik saja. Ada yang bisa saya bantu, Ahmad?"

Ahmad: "Iya, Bapak. Saya membutuhkan uang sebesar 10 juta rupiah untuk membayar biaya rumah sakit ibu saya yang sakit. Saya berencana untuk membayarnya dalam 6 bulan ke depan. Bisakah Bapak meminjamkan uang tersebut kepada saya?"

Hasan: "Tentu saja, Ahmad. Saya siap membantu. Bagaimana cara pembayaran uangnya?"

Ahmad: "Saya bisa membayar setiap bulan sebesar 2 juta rupiah selama 6 bulan."

Hasan: "Baiklah, Ahmad. Saya akan meminjamkan uang 10 juta rupiah kepada Anda dan Anda harus membayarnya sebesar 2 juta rupiah setiap bulan selama 6 bulan. Namun, sebagai kompensasi atas pinjaman uang tersebut, saya akan menambahkan bunga sebesar 5% per bulan, jadi total bunga yang Anda harus bayar adalah 5% x 10 juta rupiah = 500 ribu rupiah per bulan."

Ahmad: "Baiklah, saya setuju. Terima kasih, Bapak."

Pada dialog di atas, Bapak Hasan menambahkan bunga sebesar 5% per bulan dari jumlah pinjaman yang diberikan kepada Ahmad. Praktik ini termasuk dalam riba qardhawi yang dilarang dalam Islam. Riba qardhawi terjadi ketika pihak yang memberikan pinjaman menetapkan persyaratan pembayaran lebih dari jumlah yang dipinjamkan tanpa ada risiko yang jelas. Dalam kasus ini, Bapak Hasan tidak mempertimbangkan risiko pinjaman dan hanya menambahkan bunga sebagai kompensasi atas pinjaman yang diberikan. Oleh karena itu, praktik seperti ini harus dihindari dalam Islam.