dalam hidup sebagai wali, sunan Bonang menempuh jalan sebagai​

Berikut ini adalah pertanyaan dari yyani0634 pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama

Dalam hidup sebagai wali, sunan Bonang menempuh jalan sebagai​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Sunan Bonang merupakan salah satu walisongo yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa. Sunan Bonang bernama Syekh Maulana Makdum Ibrahim. Putra Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila.

Versi lain mengatakan Dewi Condrowati adalah putri Prabu Kertabumi. Dengan demikian Raden Makdum adalah seorang Pangeran Majapahit karena ibunya adalah putri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit.

Sebagai seorang wali yang disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama se Tanah Jawa, Sunan Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi. Sejak kecil Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin.

Sudah bukan rahasia bahwa latihan atau riadah para wali itu lebih berat daripada orang awam. Raden Makdum Ibrahim adalah calon wali yang besar, maka Sunan Ampel sejak dini juga mempersiapkan sebaik mungkin.

Disebutkan dari berbagai literatur bahwa Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam ke tanah seberang yaitu negeri Pasai. Keduanya menambah pengetahuan kepada Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar yang banyak menetap di Negeri Pasai. Seperti ulama tasawuf yang berasal dari bagdad, Mesin, Arab dan Parsi atau Iran.

Sesudah belajar di negeri Pasai Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang ke jawa. Raden paku kembali ke Gresik, mendirikan pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri.

Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di daerah Lasem, Rembang, Tuban dan daerah Sempadan Surabaya.

Dalam berdakwah Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah suara yang merdu di telinga penduduk setempat.

Terlebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga apabila beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi pendengarnya.

Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarnya. Tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang-tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim.

Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran agama Islam kepada mereka.

Tembang-tembang yang diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam. Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan.

Murid-murid Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara, Surabaya maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang.

Meski sudah berusia lanjut, Sunan Bonang terus melakukan syiar agama Islam ke masyarakat yang belum tersentuh ajaran agama. Sunan Bonang wafat saat berdakwah di Pulau Bawean. Berita segera disebarkan ke seluruh Tanah Jawa. Para murid berdatangan dari segala penjuru untuk berduka cita dan memberikan penghormatan yang terakhir.

Murid-murid yang berada di Pulau Bawean hendak memakamkan Sunan Bonang di Pulau Bawean. Tetapi murid yang berasal dari Madura dan Surabaya menginginkan jenazahnya dimakamkan di dekat ayahnya yaitu Sunan Ampel di Surabaya.

Dalam hal memberikan kain kafan pembungkus jenasah mereka pun tak mau kalah. Jenazah yang sudah dibungkus dengan kain kafan milik orang bawean masih ditambah lagi dengan kain kafan dari Surabaya.

Pada malam harinya, orang-orang Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep untuk membikin ngantuk orang-orang Bawean dan Tuban. Lalu mengangkut jenazah Sunan Bonang kedalam kapal dan hendak dibawa ke Surabaya. Karena tindakannya tergesa-gesa kain kafan jenazah tertinggal satu.

Kapal layar segera bergerak ke arah Surabaya, tetapi ketika berada di perairan Tuban tiba-tiba kapal yang dipergunakan tidak bisa bergerak akhirnya jenazah Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu sebelah barat Mesjid Jami’

Penjelasan:

semoga membantu dan bermanfaat ✨

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh j444milah dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Sun, 02 Jan 22