Jawaban:

Meski Indonesia sudah merdeka pada 17 Agustus 1945, Belanda masih berupaya kembali untuk menguasai Indonesia setelah Jepang kalah di Perang Dunia II. Akhirnya, sejumlah perlawanan senjata dan diplomasi dilakukan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Salah satunya dengan Perjanjian Renville.

Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Republik Indonesia dan Belanda yang terjadi pada 17 Januari 1948 akibat sengketa kedaulatan Indonesia. Perjanjian ini ditandatangani di Kapal Amerika Serikat Renville yang bersandar di Pelabuhan Jakarta.

Latar Belakang Perjanjian Renville

Iring-iringan tentara saat Agresi Militer Belanda I pada 1947. (Ruswanti)

Perjanjian Renville dibuat untuk mengatasi sengketa antara Belanda dan Indonesia lantaran Perjanjian Linggarjati tidak menyelesaikan konflik. Perjanjian Linggarjati telah menyepakati wilayah de facto Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun, mereka saling tuduh mengingkari perjanjian.

Dengan Agresi Militer Belanda I, Belanda bergerak ke Jawa dan Madura yang merupakan wilayah RIS. Indonesia berusaha menanganinya dengan meminta pertolongan internasional, yakni Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Negara yang terlibat tergabung dalam Good Offices Committee (GOC) atau Komisi Tiga Negara (KTN). Indonesia menunjuk Australia, Belanda menunjuk Belgia, dan Amerika Serikat ditunjuk atas keinginan Indonesia dan Belanda.

Amerika Serikat mempertemukan Indonesia dengan Belanda di kapal perang Renville. Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, sedangkan Belanda diwakili oleh Gubernur Jenderal Van Mook.

Perjanjian Renville menyepakati gencatan senjata. Belanda mendapat tambahan wilayah kekuasaan. Bahkan, kedaulatan Belanda atas Indonesia diakui sampai selesai terbentuknya Republik Indonesia Serikat.

Bagi Indonesia, Perjanjian Renville hanya memberikan janji referendum di wilayah kekuasaan Belanda di Jawa, Madura, dan Sumatra. Rakyat di wilayah jajahan Belanda dijanjikan boleh memilih bergabung dengan RIS atau membentuk negara sendiri.

Berikut isi Perjanjian Renville.

Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera.

Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS.

Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk.

Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra.

Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook.

Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerah kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur).

Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai Raja Belanda.

Akan diadakan plebisit atau semacam referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS.

Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.

Dampak Perjanjian Renville yang Merugikan

Perjanjian Renville membuat wilayah Indonesia makin sedikit.

Belanda menguasai wilayah penghasil pangan dan sumber daya alam. Wilayah Indonesia terkungkung wilayah yang dikuasai Belanda. Bahkan, Belanda memblokade masuknya pangan, sandang, dan senjata ke wilayah Indonesia.

Tentara Indonesia harus pindah dari wilayah yang telah dikuasainya.

Ribuan tentara dari Divisi Siliwangi di Jawa Barat berbondong-bondong pindah ke Jawa Tengah, yang dikenal sebagai Long March Siliwangi. Bahkan, divisi ini dijuluki Pasukan Hijrah oleh rakyat Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka.

Kondisi politik Indonesia bertambah kacau.

Sejumlah partai menarik dukungan terhadap pemerintah sebagai bentuk penolakan atas keputusan itu. Perdana Menteri Amir Sjarifuddin mundur dari jabatannya pada 23 Januari 1948.

Belanda mengingkari Perjanjian Renville.

Belanda, yang sudah diuntungkan dengan Perjanjian Renville, justru langsung mendeklarasikan pemerintahan federal di Sumatra. Padahal, sebagian Sumatra adalah wilayah Indonesia.