Buku Harian.

Hari ini, aku kembali menulis buku harianku. Aku menuliskan semuanya di sini, karena aku tidak tahu ke mana harus membuang rasa gelisahku. Kehidupanku tidak terlalu menarik, hanya seorang siswa biasa yang bersekolah di SMA. Tapi ada satu hal yang membuatku sangat khawatir, yaitu ujian nasional yang akan segera tiba. Aku takut gagal dan tidak bisa melanjutkan kuliah.

Dialog berdasarkan cerpen tersebut:

(Supri sedang duduk di meja belajarnya sambil menulis di buku hariannya)

Supri: (berbicara dalam hati) Hmmm, hari ini aku kembali menulis buku harianku. Aku harus menuliskan semuanya di sini, karena aku tidak tahu ke mana harus membuang rasa gelisahku.

Anto: (datang ke ruangan Supri) Hey, Supri! Lagi ngapain?

Supri: (menutup buku harian dan menyembunyikannya di bawah buku teks) Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya menulis tugas.

Anto: (melihat ke meja Supri) Wah, keren! Kamu punya buku harian?

Supri: (canggung) Ehm, ya. Hanya untuk menulis pikiran-pikiranku.

Anto: (tertarik) Bolehkan aku melihat?

Supri: (memberikan buku harian pada Anto) Tapi jangan baca semuanya ya.

Anto: (tertawa) Tenang saja, aku tidak akan membaca semuanya. Hmm, kok di sini kamu menulis tentang ujian nasional?

Supri: (mengambil kembali buku harian dari Anto) Aku sangat khawatir gagal dan tidak bisa melanjutkan kuliah.

Anto: (menenangkan) Tenang saja, Supri. Kamu pasti bisa melewati ujian nasional dengan baik. Kamu pintar dan rajin belajar, kok.

Supri: (tersenyum) Terima kasih, Anto. Aku merasa lebih baik setelah berbicara denganmu.

Anto: (tersenyum) Sama-sama, Supri. Itulah teman-teman sejati, saling menenangkan satu sama lain.

Supri: (mengangguk) Ya, benar. Dan aku sangat beruntung memiliki teman seperti kamu, Anto.