Ceritakan kembali cerita Mahmud bin noan secara ringkas​

Berikut ini adalah pertanyaan dari yulitasari957 pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama

Ceritakan kembali cerita Mahmud bin noan secara ringkas​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Di hari Minggu ini, Tos membantu ayahnya membersihkan halaman.

Tiba tiba datang anak sebaya Tos yang berpakaian kemeja dan celana pendek dengan sepatah kita hitam besertai dengan memakai peci k

Ayah : “ Heeiiiiii, siapa ini?” ( sambil tersenyum, melepaskan cangkulnya, dan menjabat tangan tamunya)

Mahmud : “ Pak Hanadi….?”

Ayah : “ Ya, ya, betul. Kau, kau Mahmud, bukan?”

Mahmud : “ Ya. Pak, saya Mahmud bin No’an.”

Tos : “Ayah, Siapa ini?”

Ayah : “ Tos, ini Mahmud. Sahabat bapak.”

Tos : “ (menyambut oleh-oleh dan bersalaman)”

Ayah menggandeng Mahmud ke atas. Mahmud ragu-ragu untuk menaiki rumah, tetapi ayah memaksanya.

Ayah : “ Mahmud, duduk lah di ruang tengah!”

Mahmud : “ Baik, Pak. Terimakasih.”

Ayah : “ Ibu, Adik, Ini ada Mahmud.”

Ibu dan Adik menuju ruang tengah.

Ayah : “ Bu, anak-anak, ini Mahmud bin No’an, sahabat bapak waktu bapak menjalani latihan kemiliteran di tanjung timur, pasar Rebo.

Ibu : “ Oh…. Mahmud yang sering ayah ceritakan kepada Tos. Lalu Bagaimana kabar ayah ibu dan saudara-saudara mu, Mahmud?”

Mahmud : “ Alhamdulillah baik-baik saja, bu.” ( Mahmud menjawab dengan sengat gembira karena ditanya keluarganya)

Ayah : “ Bagaimana dengan Ayah mu Mahmud?”

Mahmud : “ Ayah sedang membangun rumah. Ibu dan adik mencari batu di kali, memecah batu seperti dulu. Mereka mengharapkan Bapak sekeluarga akan kesana. Bulan depan kami akan hajat mengawinkan kakak saya yang perempuan.”

Ayah : “ Bagaimana Si Putih…?”

Mahmud : “(tersenyum)”

Ayah : “ Bapak masih ingat rupanya.”

Mahmud : “ Kambing itu manja. Maunya tidur bersama-sama sya saja di kamar Pak…?”

Ayah : “ Mahmud, repot-repot kau membawa oleh-oleh. Tidak berat? Naik apa kau?”

Mahmud : “ Ikut menumpang ‘Gaz’ asrama, Pak…?”

Ayah : “ Bagaimana kalinya? Kau masih sering perang-perangan?”

Mahmud : “ Masih, Pak. Anak-anak Tanjung Timur masih tetap suka menghina. Kami pemakan katanya. Kami tentu menjawabnya dengan mereka pemakan sisa-sisa nasi.”

Ayah : “ Ah… tak baik berkelahi…”

Mahmud : “ Tetapi hanya sebentar, Pak. Kami selalu berbaik lagi. Kalau tidak, bagaimana? Kami harus sekolah di Tanjung Timur, di asrama Bapak dulu… Terpaksa berbaik dengan mereka.”

Ayah : “ Kau tahu, Tos, enak mandi di kali di sana. Meskipun di asrama ada kamar mandi, kawan-kawan Bapak lebih suka mandi di kali. Segar rasanya, meskipun warna air kecoklatan. Kalau ada rakit-rakit lewat kami melambai-lambai kepada mereka. Kadang-kadang rakit itu berjualan kue. Habis mandi menyebrang ke barat. Makan rujak pepaya di rumah Mahmud .”

Mahmud : “ Sekarang saya membawa papaya juga Pak….”

Ayah : “ Oh terima kasih, terima kasih. Siapa yang memetiknya, kau?”

Mahmud : “ Ibu, Pak…”

Ayah : “ Bagaimana sekolahmu?”

Mahmud : “ Masih di PGA, Pak, mau jadi ustad!”

Ayah : “ Baik sekali. Tidak perlu buku-buku atau karet penghapu?”

Mahmud : “ Karet penghapus dari Bapak dulu masih ada, Pak. Sengaja saya hemat memakainya. Supaya jadi kenang-kenangan kebaikan Bapak.”

Ayah : “ Ah member karet begitu saja kebaikan. Yang baik adalah kau dan keluargamu. Kalau aku lapar habis latihan dan kurang makan di asrama, ibumu mau menanak untukku dan mencaikan telur ayam untuk dibuat mata sapi. Kau masih ingat? Sedangkan kau sendiri hanya makan dengan sambal dan lalap-lalap.”

Ayah : “ Peluru-peluru masih kau simpan?”

Mahmud : “ Selongsong-selongsong peluru, Pak? Ya, dibuat penyambung pensil.”

Ayah : “ Makan dulu ya, Mahmud…”

Mahmud : “ Ah, tak usah, Pak…”

Ayah : “ Mengapa baru sekarang kau datang ke mari? Untung aku tak lupa pada rupamu. Aku sekarang bertani juga. Lihatlah kebun singkongku.”

Mahmud : “ Subur sekali, Pak…”

Ayah : “ Kau gurunya, bukan? Waktu menanamnya sampai-sampai aku hati-hati sekali. Katamu waktu menanamnya kentut, singkongnya akan pahit bukan?”

Kami semua tertawa mendengar cerita Ayah.

Ayah : “ Karena itu sebelum menanam singkong aku mandi dulu dan berhajat besar. Dan untunglah aku tidak sampai kentut selagi menanam. Mudah-mudahan singkongku kelak tidak akan pahit…… Mahmud, aku ingin sekali-sekali membawa keluargaku ke rumahmu. Boleh bermalam?”

Mahmud : “ Boleh sekali, Pak. Kami memang mengharapannya. Kami mempunyai beberapa ayam yang sudah enak di panggang, Pak….”

Ayah : “ Aku hanya ingin mandi bersama anak-anak ini. Akan kuajari mereka berperang seperti kalian. Perang simbur! Bagaimana caranya menyeberang supaya celana tidak basah.”

Mahmud : “ Ah kelak saja, kalau bapak dapat cuti….”

Sore itu Mahmud pulang.

Ayah memberinya beberapa hela kemeja . untuk Mahmud, ayahnya dan adiknya.

Ibu memberi kebaya untuk ibu Mahmud.

Mahmud tampak terharu menerima pemberian yang tidak diharapkan itu.

Rasa persahabatan anak Pasar Rebo itu tampak tulus.

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh tiaramonika766 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Sun, 06 Jun 21