Jawaban:

Setiap orang memiliki asumsi yang berbeda-beda mengenai profesi guru. Kita pun sepertinya pernah memiliki pengalaman masa lampau tentang suatu tanggapan mengenai guru. Dahulu ketika kita masih menjadi seorang murid, kita pasti pernah memiliki spekulasi bahwa pekerjaan seorang guru itu sangat mudah, bahkan istilahnya kelewat mudah dari profesi apapun. Mungkin di bawah ini adalah contoh sebagian dari kita tentang ungkapan mengenai profesi guru.

"Tugas guru tuh cetek, tinggal kasih tugas ke murid terus santai"

"Emm... Nanti kalau sudah besar mau jadi guru ah, nggak perlu cape² kerja"

Pertanyaan² di atas sungguh memiliki alasan yang tidak mendasar, pada kenyataan bahwa tugas seorang guru itu luar biasa sulitnya, menguras tenaga lahir maupun batin, menguras energi fisik maupun rohani. Bahkan sepertinya lagu dari cita-cita bertanjuk SAKITNYA ITU DI SINI kerap di dengung-dengungkan saat kesulitan tersebut menghampiri.

Tugas guru adalah mendidik dan mengajari murid, berusaha untuk mengubah murud dari yang asalnya tidak tahu. Selain itu, penanaman sikap pun (afektif) harus senantiasa ditanamkan oleh guru kepada murid². Belum lagi guru harus senantiasa berhadapan dengan berbagai tingkah laku anak yang berbeda-beda, murid² yang bermasalah, serta kemampuan anak yang pastinya dalam sebuah kelas tidak akan merata. Dari sanalah faktor utama mengapa guru² banyak menderita penyakit batin, bahkan bisa pula mengarah kepada penyakit stress. Selain itu, peran orang tua pun ikut adil, mereka seakan mendokterin bahwa anak² mereka harus berhasil di tangan seorang guru, tanpa berpikir bahwa sesungguhnya orang tua itu sendirilah yang berperan sebagai guru utama anak² mereka.

Semoga membantu