Berikut ini adalah pertanyaan dari hanumramandhani pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama
Sepeda Ontel Warisan KakekOleh Yoga T.
Kriiing Kreeeng – Kriing Kreeng! Bunyi bel sepeda milik Ayah. Di depan rumah, Ayah sudah bersiapsiap untuk berangkat kerja. Seperti biasa pula Ayah akan mengajak Dindin berangkat bersama. Tempat kerja
Ayah terletak tepat di depan sekolah Dindin. Akan tetapi akhir-akhir ini sikap Dindin agak berbeda. Ia
sepertinya malas berangkat bersama Ayah. Dindin pura-pura sibuk mencari buku tulisnya.“Dindin, ayo kita
berangkat sekarang!” panggil Ayah dari depan.“Aku mencari buku catatanku dulu, Ayah! Aku lupa
meletakkannya. Ayah berangkat saja dulu. Dindin jalan kaki saja,” jawab Dindin dari dalam kamarnya. Begitu
melihat Ayahnya berangkat, Dindin bergegas keluar kamar dan langsung berangkat ke sekolah dengan
berjalan kaki. Sebenarnya Dindin senang berangkat bersama ayahnya ke sekolah. Hanya saja ada yang
membuatnya gelisah. Beberapa teman sekelasnya mulai mengolok-olok sepeda milik ayahnya. Menurut
mereka, sepeda Ayah sudah kuno dan ketinggalan zaman.
Ayah memang pernah bercerita bahwa sepeda Ayah memang sepeda yang dibuat pada zaman
Belanda dulu. Sudah sangat tua. Orang-orang menyebutnya sepeda ontel. Sepeda ini terbuat dari rangka besi
yang kuat dan tinggi. Ayah sangat sayang dengan sepeda itu, bahkan sangat bangga. Setiap hari sepeda itu
dirawat dan diperiksa dengan teliti. Ayah bahkan memberinya nama sendiri: Srikandi.
Siang itu, Dindin pulang sekolah dengan berjalan kaki menyusuri jalan yang sepi. Panasnya matahari
membuat Dindin merasa kelelahan. Ia lupa membawa botol air minumnya. Dindin merasa kehausan, dan
tiba-tiba kepalanya pening, matanya berkunang-kunang, keringatnya bercucuran. Dindin merasa hendak
pingsan. Tiba-tiba terdengar suara bel sepeda dari belakang. Kriiing kreeng-kriiing kreeng! Itu suara sepeda
ayahnya! “Din, ayo cepat naik. Kamu pucat sekali! Kamu pasti dehidrasi,” perintah Ayah. Walaupun Dindin
merasa segan naik sepeda ayahnya, tetapi ia merasa tidak punya banyak pilihan. Dindin menurut.
Ia pulang dibonceng ayahnya. “Ini sepeda peninggalan kakekmu, Din,” kata Ayah ketika Dindin
meminta penjelasan mengapa ayahnya sayang sekali dengan sepeda ontel tua itu. Dindin sudah terlihat lebih
segar setelah minum cukup air, dan merebahkan dirinya di kursi ruang tengah. Dindin memang tak sabar
ingin bertanya soal itu. “Kakek juga sangat sayang dengan sepeda ini, Din. Dan waktu itu Ayah memang
berjanji akan merawat sepeda peninggalan ini dengan baik, jika Kakek meninggal, ”jelas Ayah.“ Ayah tahu
kamu malu dibonceng Ayah dengan sepeda itu, kan? Kamu harus tahu, sepeda itu kini harganya sangat
mahal, Din. Para pencinta sepeda antik menghargainya dengan harga yang tinggi. Tetapi Ayah tidak akan
membiarkan sepeda itu dijual. Jadi, Ayah juga berharap, suatu saat nanti Dindin yang akan merawat sepeda
itu,“ jelas Ayah panjang lebar. Dindin tertunduk. Sepeda itu ternyata sangat berharga bagi ayahnya. Dan hari
ini sepeda itu menolong Dindin segera mendapatkan pertolongan. Ah, aku harus minta maaf kepada
ayahnya. “Maafkan Dindin, Yah. Dindin berjanji akan belajar merawat sepeda Ayah baik-baik sebagai ucapan
terima kasih Dindin karena sepeda ini telah menolong Dindin hari ini,” kata Dindin kepada ayahnya.
Sumber: Majalah Bobo, 10 April 2017
4. Teks di atas tergolong dalam jenis teks ....
a. non fiksi
b. karya tulis
c. proposal
d. fiksi
Kriiing Kreeeng – Kriing Kreeng! Bunyi bel sepeda milik Ayah. Di depan rumah, Ayah sudah bersiapsiap untuk berangkat kerja. Seperti biasa pula Ayah akan mengajak Dindin berangkat bersama. Tempat kerja
Ayah terletak tepat di depan sekolah Dindin. Akan tetapi akhir-akhir ini sikap Dindin agak berbeda. Ia
sepertinya malas berangkat bersama Ayah. Dindin pura-pura sibuk mencari buku tulisnya.“Dindin, ayo kita
berangkat sekarang!” panggil Ayah dari depan.“Aku mencari buku catatanku dulu, Ayah! Aku lupa
meletakkannya. Ayah berangkat saja dulu. Dindin jalan kaki saja,” jawab Dindin dari dalam kamarnya. Begitu
melihat Ayahnya berangkat, Dindin bergegas keluar kamar dan langsung berangkat ke sekolah dengan
berjalan kaki. Sebenarnya Dindin senang berangkat bersama ayahnya ke sekolah. Hanya saja ada yang
membuatnya gelisah. Beberapa teman sekelasnya mulai mengolok-olok sepeda milik ayahnya. Menurut
mereka, sepeda Ayah sudah kuno dan ketinggalan zaman.
Ayah memang pernah bercerita bahwa sepeda Ayah memang sepeda yang dibuat pada zaman
Belanda dulu. Sudah sangat tua. Orang-orang menyebutnya sepeda ontel. Sepeda ini terbuat dari rangka besi
yang kuat dan tinggi. Ayah sangat sayang dengan sepeda itu, bahkan sangat bangga. Setiap hari sepeda itu
dirawat dan diperiksa dengan teliti. Ayah bahkan memberinya nama sendiri: Srikandi.
Siang itu, Dindin pulang sekolah dengan berjalan kaki menyusuri jalan yang sepi. Panasnya matahari
membuat Dindin merasa kelelahan. Ia lupa membawa botol air minumnya. Dindin merasa kehausan, dan
tiba-tiba kepalanya pening, matanya berkunang-kunang, keringatnya bercucuran. Dindin merasa hendak
pingsan. Tiba-tiba terdengar suara bel sepeda dari belakang. Kriiing kreeng-kriiing kreeng! Itu suara sepeda
ayahnya! “Din, ayo cepat naik. Kamu pucat sekali! Kamu pasti dehidrasi,” perintah Ayah. Walaupun Dindin
merasa segan naik sepeda ayahnya, tetapi ia merasa tidak punya banyak pilihan. Dindin menurut.
Ia pulang dibonceng ayahnya. “Ini sepeda peninggalan kakekmu, Din,” kata Ayah ketika Dindin
meminta penjelasan mengapa ayahnya sayang sekali dengan sepeda ontel tua itu. Dindin sudah terlihat lebih
segar setelah minum cukup air, dan merebahkan dirinya di kursi ruang tengah. Dindin memang tak sabar
ingin bertanya soal itu. “Kakek juga sangat sayang dengan sepeda ini, Din. Dan waktu itu Ayah memang
berjanji akan merawat sepeda peninggalan ini dengan baik, jika Kakek meninggal, ”jelas Ayah.“ Ayah tahu
kamu malu dibonceng Ayah dengan sepeda itu, kan? Kamu harus tahu, sepeda itu kini harganya sangat
mahal, Din. Para pencinta sepeda antik menghargainya dengan harga yang tinggi. Tetapi Ayah tidak akan
membiarkan sepeda itu dijual. Jadi, Ayah juga berharap, suatu saat nanti Dindin yang akan merawat sepeda
itu,“ jelas Ayah panjang lebar. Dindin tertunduk. Sepeda itu ternyata sangat berharga bagi ayahnya. Dan hari
ini sepeda itu menolong Dindin segera mendapatkan pertolongan. Ah, aku harus minta maaf kepada
ayahnya. “Maafkan Dindin, Yah. Dindin berjanji akan belajar merawat sepeda Ayah baik-baik sebagai ucapan
terima kasih Dindin karena sepeda ini telah menolong Dindin hari ini,” kata Dindin kepada ayahnya.
Sumber: Majalah Bobo, 10 April 2017
4. Teks di atas tergolong dalam jenis teks ....
a. non fiksi
b. karya tulis
c. proposal
d. fiksi
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
B. Karya Tulis
Penjelasan:
Sebab Cerita Itu Dibuat Oleh * Majalah Bobo * Bahwa Tersebut Cerita Tersebut Dalam Jenis Teks Karya Tulis.
Karya Tulis Memiliki Struktur Cerita:
- Judul Pengarang,Halaman Cerita,Penerbit,Berapa Halaman,Orientasi,Komplikasi Dan Resolusi.
______________________
Semoga Membantu
#SyaifullahTheWin
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh TiaraPutri0213 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Thu, 01 Jul 21