Larilah, nak.

Aku terpukau melihat masakan ibu saat sore ini. Ada ayam goreng, ikan goreng, sayur bayam, dan sambal matah. Aku dan ibu langsung memakan makanan yang dimasak oleh ibu. "Hmm... Masakan ibu enak banget. Top lah" Kataku sambil mengacungkan jempol. Ibu hanya trtawa kecil melihat tingkahku.

Kami makan selama 1 jam, lalu setelah itu kami membereskan bekas makanan kami. Ibu mencuci piring, aku mengelap meja. Tiba-tiba, seseorang mendobrak pintu rumah kami yang terbuat dari kayu itu. Orang itu berpakaian aneh, memakai celana hitam, jas hitam, dan bertopeng hitam. Ia membawa benda tajam seperti pisau dan clurit. Ibu maju menentang preman itu seakan-akan tidak takut mati. Ibu langsung melawan oreman itu dengan segala kemampuannya. "Larilah nak, jika kamu sayang ibu" kata ibu. Aku menolak kata-kata ibu, dan ikut melawan preman itu. Ibu berkata sekali lagi dengan ucapan yang sama. Aku menuruti kata-kata ibu, lalu berlari sejauh mungkin. Dari kejauhan, kulihat ibu berdarah-darah. Aku pun menangis sejadi-jadinya. Lalu setelah itu, ada kakek yang mengajakku untuk pergi ke rumahnya. Dia bertanya mengapa aku nangis. Aku bercerita kisahku. Lalu kakek itu menangis, dan berkata, dia akan mengasuhku. Bertahun-tahun kemudian, aku sukses menjadi pengusaha. Ini semua berkat ibu, dan kakek itu. Terimakasih, Ibu. Kau adalah malaikat tak bersayap.

Tamat.

Maaf jika ada salah kata:(