Kampung Toleransi Agama di Tepian Hutan Jati BojonegoroSore belum menjelang.

Berikut ini adalah pertanyaan dari arieldddr pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Atas

Kampung Toleransi Agama di Tepian Hutan Jati BojonegoroSore belum menjelang. Pukul 14.30 WIB, anak-anak berkerudung dan berkopiah bermain di teras Musala Nurus Salam. Mereka menunggu seorang ustaz yang tiap hari mengajari mereka membaca Al-Qur'an dan pengetahuan agama Islam. Ada yang berlari-lari, ada yang bermain bekel, dan ada pula yang sekadar duduk-duduk. Musala itu berukuran sedang danbisa menampung jemaah salat sampai 100 orang. Namun, setiap harinya tidak banyak yang ikut salat wajib berjamaah di musala tersebut. Jemaah salat Magrib dan Isya biasanya tidak lebih dari 15 orang.

Hanya berjarak beberapa puluh meter saja ke arah timur sebuah bangunan gereja berdiri dan dimanfaatkan untuk beribadah umat Protestan. Gereja itu adalah Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat atau biasa disingkat dengan GPIB. Jika jemaat gereja sedang beribadah, suara mereka pasti terdengar dan Musala Nurus Salam Sementara di belakang GPIB yang hanya dipisahkan lima rumah arah utara, Gereja Kristen Jawa Tengah Utara atau GKITU berdin dan juga dimanfaatkan untuk beribadah. Letak GKITU berbatasan langsung dengan area persawahan warga. Saat umat di GKITU beribadah, tentu saja suaranya juga terdengar sampai ke GPIB

Tiga tempat ibadah itu berada di Kampung Kwangenrejo Kwangenrejo adalah kampung terpencil yang berada di tepian Hutan Jati KPH Bojonegoro. Dari Kota Bojonegoro, butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai ke sana dengan jarak lebih dari 30 km Akses jalan lumayan sulit dengan jalan paving yang sudah mulai rusak. Meski berada di Dusun Sidokumpul, tetapi khusus RT 37 (Kwangenrejo) dipisahkan oleh area persawahan dengan jalan tanah berbatu sekitar 500 meter. Benar-benar terpisah dari kampung lain di sekitarnya

Di Kwangenrejo, hidup rukun antarsesama warga berbeda agama bukan hal yang baru lagi. Kampung tersebut sudah ada sejak tahun 1930-an dan penghuninya adalah orang orang Kristen. Baru pada tahun 1980-an, beberapa muslim datang dan mendirikan musala Kini, jumlah umat yang berbeda keyakinan di kampung tersebut hampir sama Di GKITU terdapat sekitar 45 orang jemaat, sedangkan di GPIB juga sama yakni 45 orang jemaat, dan umat Islam sekitar 80 orang.

Warga Kwangenrejo sangat menjaga kerukunan antarumat beragama. Tidak heran, jika di kampung itu tidak pernah ada perselisihan antarpenganut agama yang berbeda Hampir semua masalah diselesaikan dengan cara berdiskusi dan semangat kebersamaan. Jika ada warga yang meninggal, warga yang merawat jenazah hingga menguburkannya adalah semua warga tanpa membedakan agamanya Perbedaan hanya terletak pada tata cara pemakaman saja. Pada acara-acara tasyakuran atau peringatan hari kematian, semua warga akan menghadiri undangan pemilik hajat. Meski di acara tersebut umat yang berbeda agama hanya akan duduk-duduk dan tidak ikut melafalkan doa-doa





Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan benar!

1. Apa judul bacaan di atas? Jawab:

2. Apa kata kunci pada judul bacaan di atas? Jawab

3. Dari kata kunci yang kamu temukan, apa informasi yang dapat kamu peroleh? Jawab

4. Apa informasi yang kamu peroleh setelah membaca teks secara keseluruhan? Apakah informasi tersebut sesuai dengan informasi yang sebelumnya telah kamu perkirakan? Jawab:

5. Tulislah informasi informasi yang terdapat dalam masing-masing paragraf! Jawab​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

1.Kampung Toleransi Agama di Tepian Hutan Jati Bojonegoro

2."Toleransi"

3.Tindakan toleransi yang bisa dilakukan oleh pihak tertentu

4.ya

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh michael5841 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Sat, 09 Apr 22