Hujan badai terus berhembus tanpa henti, membuat gadis berambut cokelat itu memandang jendela dengan resah. Lingkungan desanya sungguh berantakan, bahkan air mulai naik ke atas. Jika dalam waktu 1 jam badai ini tidak reda, mungkin saja rumah mereka akan kebanjiran. Selokan selokan itu tidak membantu sama sekali, tentu saja! lihatlah sampah yang menggunung, ah menyebalkan sekali rasanya.

"Kalena, kamu sedang apa nak?"

Aku menoleh kepada bapak yang sedang membawa dua ember pada kedua tangannya, memberengut kesal sembari melipat kedua tangannya kalena berubah pelan pada sang bapak. "kalena sebel bapak, lihat? Sampah sampah itu menggunung, mungkin jika hujan ini bertahan selama sehari bisa jadi desa ini akan jadi lautan. Manusia egois, Kalena lelah bapak dengan mereka, tapi Kalena juga manusia."

Bapak tertawa ringan mendengarku berkata, aku jadi menggaruk pelan rambutku dengan bingung, apa dirinya salah berbicara?

bapak meletakkan kedua embernya, lalu datang kearahku sembari mengikutiku melihat kearah jendela rumah. "Kamu benar nak, kita selalu membersihkan selokan itu, namun sampai dari sungai tak mau berbohong, mereka berbondong-bondong datang kemari dan menghancurkan usaha kita setiap minggunya." ujar bapak sembari tertawa ringan.

"merugikan ya pak?"

"Kamu merasa di rugikan ga?"

Aku jelas mengangguk mantap, ah rasanya menyebalkan melihat sampah bertebar di halaman rumah mereka yang biasanya selalu bersih.

"Besok bapak mau minta perusulan ke kepala desa. Nanti satu desa kerja bakti ya nak, biar desanya ga kotor lagi."

"Kalena mau jadi presiden." mungkin perkataanku terlalu mendadak sehingga bapak langsung menatapku dengan kaget. Aku tertawa kecil.

"Kalena mau ubah Indonesia, biar lebih maju bahkan melebihi jepang atau negara maju lainnya. Kalena bakal usaha biar Indonesia punya kesadaran bahwa membuang sampah sembarang itu merugikan sekali bapak..."

Bapak menepuk pelan pundak ku, lalu bibir hangatnya mengecup pelan dahiku sembari berkata "Semoga harapanmu terkabul ya Lena, bapak cuma bisa bantu doa. Semoga Kalena berhasil, anak bapak yang pintar."

Aku tersenyum tipis, memandang jendela rumah kami dengan penuh harap, tekad kuatnya harus teralisasikan suatu saat nanti, Kalena akan berusaha nanti. Semoga.

semoga bermanfaat