Berikut ini adalah pertanyaan dari thilalala4 pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Mata ini selalu berembun
Kala terkilas semburat kenangan
Mengikat tali jiwa
Pada raga yang tak lagi bermaya
Memilu dalam resah berkepanjangan
Mungkinkah ini takdir?
Atau hanya sekedar kerikil?
Mata ku ragu pada gelagat
Jiwa ku resah pada tabiat
Sungguh kali ini aku gelisah
Mungkinkah aku harus melangkah
Dalam kabut tak berpelita
Bias itu.......
Sungguh membuat hatiku ngilu
Walau tak berkata.....
Tapi kembali menggaruk luka
Akankah aku mampu
Melangkah dalam diam.....
Terseok - seok menjauhi senja
Yang tak lagi indah
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
Cerpen – Mata Batin
by Neng Erlin Marlindha
Aku ingin membagikan sebuah kisah tentang sahabatku. Ini adalah kisah nyata yang aku saksikan sendiri. Saat itu kami duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama di kotaku. Sekolah yang tidak begitu besar dan dipenuhi pepohonan rimbun dengan cat serba hijau menunjukkan pemandangan yang asri.
Kalian tentu sering mendengar sebuah cerita legenda yang terus ada secara turun-temurun di sekolah-sekolah. Seperti, Cerita omong kosong yang menyebutkan jika sekolah tempat kalian belajar dulunya adalah rumah sakit, kuburan, dan sebagainya.
Tentu saja itu hanya kisah yang dibuat-buat dan dibesar-besarkan agar ada cerita yang dapat dikisahkan di kemudian hari. Meski aku sendiri meyakini jika kisah itu ada untuk dijadikan pelajaran agar dapat menjaga sikap dan etika dimanapun kita berada.
Begitu juga dengan sekolahku, banyak teman-temanku yang mengatakan jika sekolah ini angker.
Karena dulunya bekas kuburan. Saat itu aku hanya tertawa pelan sebagai tanggapan. Hingga pada suatu hari, sahabatku sejak Sekolah Dasar mengalami hal-hal aneh yang tentu saja, ikut menyeretku juga mengingat bahwa aku adalah orang terdekatnya.
Kejadian itu bermula ketika aku dan teman-teman sekelasku yang lain, termasuk sahabatku berjalan bersama-sama menuju kantin sekolah yang berada di seberang gedung kelas kami. Kami kembali ke kelas dengan tangan yang dipenuhi oleh makanan ringan yang baru saja kami beli.
”Hei-hei, katanya lapangan ini bekas kuburan loh!” canda Nia, teman sekelasku. Dia mengatakan hal itu saat kami berjalan melalui lapangan serba guna yang sekaligus menjadi pemisah antara ruang kelas kami dan kantin. Kami menanggapi hal itu dengan tertawa, mengingat bukan sekali-dua kali kami membahas mengenai hal ini.
”Aduh!” sesorang berseru di belakang kami.
Kami segera menoleh dan berhenti tertawa demi mendengar suara itu. Rupanya sahabatku, Aswa. Dia mengaduh karena kakinya tersandung sebuah besi yang tertancap di dalam tanah. Sebenarnya, sejak dulu aku heran dengan keberadaan besi itu.
Teman-temanku dulu sering bercanda jika itu adalah bekas nisan yang lupa dipindahkan. Tentu saja dia hanya bercanda. Tapi yang tidak kami ketahui, sesuatu berubah setelah hari itu.
Beberapa hari kemudian mulai ada keanehan yang terjadi pada Aswa. Dia sering jatuh pingsan tanpa sebab, bahkan hingga beberapa kali dalam satu hari. Dia dapat pingsan kapan saja. Saat upacara bendera yang jelas-jelas cuacanya begitu teduh, saat senam, bahkan saat sedang makan.
Aku betul-betul ingat saat itu Aswa, Dinda, dan aku izin untuk tidak mengikuti senam pagi karena kurang sehat. Meski bagi Aswa, dia tidak diperkenankan oleh guru untuk mengikuti senam. Guru-guru khawatir jika dia akan jatuh pingsan seperti biasanya. Namun rupanya hal itu tidak ada sangkut-pautnya dengan aktivitas yang dilakukan Aswa.
Karena dulunya bekas kuburan. Saat itu aku hanya tertawa pelan sebagai tanggapan. Hingga pada suatu hari, sahabatku sejak Sekolah Dasar mengalami hal-hal aneh yang tentu saja, ikut menyeretku juga mengingat bahwa aku adalah orang terdekatnya.
Kejadian itu bermula ketika aku dan teman-teman sekelasku yang lain, termasuk sahabatku berjalan bersama-sama menuju kantin sekolah yang berada di seberang gedung kelas kami. Kami kembali ke kelas dengan tangan yang dipenuhi oleh makanan ringan yang baru saja kami beli.
”Hei-hei, katanya lapangan ini bekas kuburan loh!” canda Nia, teman sekelasku. Dia mengatakan hal itu saat kami berjalan melalui lapangan serba guna yang sekaligus menjadi pemisah antara ruang kelas kami dan kantin. Kami menanggapi hal itu dengan tertawa, mengingat bukan sekali-dua kali kami membahas mengenai hal ini.
”Aduh!” sesorang berseru di belakang kami.
Kami segera menoleh dan berhenti tertawa demi mendengar suara itu. Rupanya sahabatku, Aswa. Dia mengaduh karena kakinya tersandung sebuah besi yang tertancap di dalam tanah. Sebenarnya, sejak dulu aku heran dengan keberadaan besi itu.
Teman-temanku dulu sering bercanda jika itu adalah bekas nisan yang lupa dipindahkan. Tentu saja dia hanya bercanda. Tapi yang tidak kami ketahui, sesuatu berubah setelah hari itu.
Beberapa hari kemudian mulai ada keanehan yang terjadi pada Aswa. Dia sering jatuh pingsan tanpa sebab, bahkan hingga beberapa kali dalam satu hari. Dia dapat pingsan kapan saja. Saat upacara bendera yang jelas-jelas cuacanya begitu teduh, saat senam, bahkan saat sedang makan.
Aku betul-betul ingat saat itu Aswa, Dinda, dan aku izin untuk tidak mengikuti senam pagi karena kurang sehat. Meski bagi Aswa, dia tidak diperkenankan oleh guru untuk mengikuti senam. Guru-guru khawatir jika dia akan jatuh pingsan seperti biasanya. Namun rupanya hal itu tidak ada sangkut-pautnya dengan aktivitas yang dilakukan Aswa.
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh nopianto921 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Sun, 16 Apr 23