Berikut ini adalah pertanyaan dari wahyu9412 pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
BUATLAH KESIMPULAN DARI KALIMAT DIBAWAH INILalu seseorang berkata: “Ketika segalanya tampak kelam, kita perlu menambah semangat. Maka, bicaralah pada kami tentang keindahan."
Sang Guru pun menjawab:
* * *
Orang-orang sering berkata, "Yang penting keindahan
dari dalam, bukan dari luar."
Nah, itu tidak benar.
Seandainya benar, untuk apa bunga-bunga bersusah payah menarik perhatian lebah? Dan untuk apa tetes-tetes hujan bersalin rupa menjadi pelangi saat berjumpa
matahari? Sebab alam pun merindukan keindahan, dan baru merasa puas kalau keindahan itu mendapat pujian.
Keindahan dari luar adalah perwujudan keindahan dari dalam, yang memanifestasikan dirinya lewat pancaran
mata kita. Tidak penting apabila seseorang berpakaian buruk, atau tak sesuai standar keindahan kita, atau bah-kan seandainya dia tak ingin membuat orang-orang lain terkesan. Mata adalah cerminan jiwa dan merefleksikan semua yang tampaknya tersembunyi; ibarat cermin, mata
juga memantulkan orang yang memandang ke dalamnya. Jadi, apabila orang yang menatap ke dalam matamu me-miliki jiwa kelam, maka dia hanya akan melihat keburuk-annya sendiri.
Keindahan ada pada semua makhluk ciptaan, namun bahayanya adalah: kita, manusia, kerap kali terputus dari Energi Ilahi; kita biarkan diri kita dipengaruhi pendapat
orang lain. Kita sangkal keindahan kita sendiri, sebab orang-orang lain tak bisa atau tak mau mengakuinya. Bukannya menerima diri kita apa adanya, kita coba me-niru apa yang kita lihat di sekitar kita. Kita coba menjadi sosok yang dianggap "cantik" oleh orang-orang lain, dan
sedikit demi sedikit jiwa kita memudar, tekad kita men-jadi lemah, dan seluruh potensi kita untuk menjadikan dunia ini lebih indah pun layu. Kita lupa bahwa dunia ini sebagaimana yang kita ba-yangkan.
Kita tidak lagi menjadi cahaya rembulan; sebaliknya, kita menjadi genangan air yang memantulkannya. Esok hari air itu akan menguap oleh terik matahari. Dan itu
karena suatu hari ada orang yang berkata, "Kau jelek." Atau, "Dia cantik." Dengan dua kata singkat itu mereka merampas seluruh keyakinan diri kita. Kita pun menjadi buruk rupa dan getir.
Pada saat demikian, kita bisa mencari penghiburan dari hal-hal yang konon dianggap "kebijaksanaan", sekum-
pulan gagasan yang disatukan oleh orang-orang yang hendak mendefinisikan dunia, bukannya menghormati
misteri kehidupan. "Kebijaksanaan" ini terdiri atas ber-bagai aturan, hukum, dan langkah-langkah tidak penting
yang bertujuan untuk menetapkan standar perilaku. Menurut kebijaksanaan palsu itu, kita tak perlu me-naruh perhatian pada keindahan, sebab itu dangkal danan tidak kekal. itu tidak benar. Semua makhluk yang diciptakan di bawah matahari, mulai dari burung hingga gunung, mulai
dari bunga hingga sungai, merefleksikan keajaiban pen-ciptaan.
Kalau kita tidak tergoda untuk membiarkan orang-orang lain mendefinisikan diri kita, lambat laun kita pun mampu membukakan pintu untuk matahari di dalam jiwa
kita supaya sinamya terpancar ke luar.
Cinta lewat di dekat kita dan berkata, "Aku belum pernah melihatmu."
Dan jiwa kita menjawab, "Kalau begitu, perhatikan lebih baik, sebab aku ada di sini. Debu di matamu harus
ditiup <lulu oleh angin, tapi sekarang kau sudah menge-nali diriku, jadi jangan tinggalkan aku lagi, sebab kita
semua menghasratkan keindahan."
Keindahan ada pada perbedaan, bukan keseragaman. Siapa bisa membayangkan jerapah tanpa lehemya yang
panjang, atau kaktus tanpa duri-durinya? Puncak-puncak gunung yang mengelilingi kita tampak begitu megah jus-tru karena tinggi-rendahnya berbeda-beda. Kalau semua-nya kita pukul sama rata, hilanglah kekaguman kita pada
mereka. Justru yang tidak sempurna itu yang membuat kita takjub dan terpikat.
Sewaktu memandang pohon cedar, kita tidak berpikir: "Seharusnya cabang-cabangnya memiliki panjang yang
sama." Kita berpikir, "Betapa kokohnya pohon itu." Saat melihat ular, kita tak pemah berkata, "Dia melata di tanah, sedangkan aku berjalan dengan kepala tegak."
Kita berpikir, "Ular itu kecil, tapi kulitnya berwama-war-ni, gerak-geriknya anggun, dan dia lebih kuat dibanding
aku." Tentang unta yang mengarungi padang pasir dan membawa kita ke tempat tujuan, tak pemah kita berkata begini, "Unta ini berpunuk dan gigi-giginya jelek." Kita
justru berpikir, "Dia layak disayangi atas kesetiaan danbantuannya. Tanpa unta ini, aku tidak akan pemah bisa
menjelajahi dunia.,, Matahari terbenam selalu lebih indah apabila tertutup awan-awan yang bentuknya tak beraturan, sebab dari si-
tulah terpancar permainan warna yang mengilhami sejuta mimpi dan puisi.
Sungguh malang mereka yang berpikir, "Aku tidak cantik. ltu sebabnya Cinta belum mengetuk pintuku." Sesungguhnya Cinta telah datang mengetuk, tapi saat
mereka membuka pintu, mereka belum siap menyambut kedatangan Cinta.
Mereka begitu sibuk berusaha mempercantik diri lebih <lulu, padahal sebenarnya mereka sudah cantik sebagai-
mana adanya.
Sang Guru pun menjawab:
* * *
Orang-orang sering berkata, "Yang penting keindahan
dari dalam, bukan dari luar."
Nah, itu tidak benar.
Seandainya benar, untuk apa bunga-bunga bersusah payah menarik perhatian lebah? Dan untuk apa tetes-tetes hujan bersalin rupa menjadi pelangi saat berjumpa
matahari? Sebab alam pun merindukan keindahan, dan baru merasa puas kalau keindahan itu mendapat pujian.
Keindahan dari luar adalah perwujudan keindahan dari dalam, yang memanifestasikan dirinya lewat pancaran
mata kita. Tidak penting apabila seseorang berpakaian buruk, atau tak sesuai standar keindahan kita, atau bah-kan seandainya dia tak ingin membuat orang-orang lain terkesan. Mata adalah cerminan jiwa dan merefleksikan semua yang tampaknya tersembunyi; ibarat cermin, mata
juga memantulkan orang yang memandang ke dalamnya. Jadi, apabila orang yang menatap ke dalam matamu me-miliki jiwa kelam, maka dia hanya akan melihat keburuk-annya sendiri.
Keindahan ada pada semua makhluk ciptaan, namun bahayanya adalah: kita, manusia, kerap kali terputus dari Energi Ilahi; kita biarkan diri kita dipengaruhi pendapat
orang lain. Kita sangkal keindahan kita sendiri, sebab orang-orang lain tak bisa atau tak mau mengakuinya. Bukannya menerima diri kita apa adanya, kita coba me-niru apa yang kita lihat di sekitar kita. Kita coba menjadi sosok yang dianggap "cantik" oleh orang-orang lain, dan
sedikit demi sedikit jiwa kita memudar, tekad kita men-jadi lemah, dan seluruh potensi kita untuk menjadikan dunia ini lebih indah pun layu. Kita lupa bahwa dunia ini sebagaimana yang kita ba-yangkan.
Kita tidak lagi menjadi cahaya rembulan; sebaliknya, kita menjadi genangan air yang memantulkannya. Esok hari air itu akan menguap oleh terik matahari. Dan itu
karena suatu hari ada orang yang berkata, "Kau jelek." Atau, "Dia cantik." Dengan dua kata singkat itu mereka merampas seluruh keyakinan diri kita. Kita pun menjadi buruk rupa dan getir.
Pada saat demikian, kita bisa mencari penghiburan dari hal-hal yang konon dianggap "kebijaksanaan", sekum-
pulan gagasan yang disatukan oleh orang-orang yang hendak mendefinisikan dunia, bukannya menghormati
misteri kehidupan. "Kebijaksanaan" ini terdiri atas ber-bagai aturan, hukum, dan langkah-langkah tidak penting
yang bertujuan untuk menetapkan standar perilaku. Menurut kebijaksanaan palsu itu, kita tak perlu me-naruh perhatian pada keindahan, sebab itu dangkal danan tidak kekal. itu tidak benar. Semua makhluk yang diciptakan di bawah matahari, mulai dari burung hingga gunung, mulai
dari bunga hingga sungai, merefleksikan keajaiban pen-ciptaan.
Kalau kita tidak tergoda untuk membiarkan orang-orang lain mendefinisikan diri kita, lambat laun kita pun mampu membukakan pintu untuk matahari di dalam jiwa
kita supaya sinamya terpancar ke luar.
Cinta lewat di dekat kita dan berkata, "Aku belum pernah melihatmu."
Dan jiwa kita menjawab, "Kalau begitu, perhatikan lebih baik, sebab aku ada di sini. Debu di matamu harus
ditiup <lulu oleh angin, tapi sekarang kau sudah menge-nali diriku, jadi jangan tinggalkan aku lagi, sebab kita
semua menghasratkan keindahan."
Keindahan ada pada perbedaan, bukan keseragaman. Siapa bisa membayangkan jerapah tanpa lehemya yang
panjang, atau kaktus tanpa duri-durinya? Puncak-puncak gunung yang mengelilingi kita tampak begitu megah jus-tru karena tinggi-rendahnya berbeda-beda. Kalau semua-nya kita pukul sama rata, hilanglah kekaguman kita pada
mereka. Justru yang tidak sempurna itu yang membuat kita takjub dan terpikat.
Sewaktu memandang pohon cedar, kita tidak berpikir: "Seharusnya cabang-cabangnya memiliki panjang yang
sama." Kita berpikir, "Betapa kokohnya pohon itu." Saat melihat ular, kita tak pemah berkata, "Dia melata di tanah, sedangkan aku berjalan dengan kepala tegak."
Kita berpikir, "Ular itu kecil, tapi kulitnya berwama-war-ni, gerak-geriknya anggun, dan dia lebih kuat dibanding
aku." Tentang unta yang mengarungi padang pasir dan membawa kita ke tempat tujuan, tak pemah kita berkata begini, "Unta ini berpunuk dan gigi-giginya jelek." Kita
justru berpikir, "Dia layak disayangi atas kesetiaan danbantuannya. Tanpa unta ini, aku tidak akan pemah bisa
menjelajahi dunia.,, Matahari terbenam selalu lebih indah apabila tertutup awan-awan yang bentuknya tak beraturan, sebab dari si-
tulah terpancar permainan warna yang mengilhami sejuta mimpi dan puisi.
Sungguh malang mereka yang berpikir, "Aku tidak cantik. ltu sebabnya Cinta belum mengetuk pintuku." Sesungguhnya Cinta telah datang mengetuk, tapi saat
mereka membuka pintu, mereka belum siap menyambut kedatangan Cinta.
Mereka begitu sibuk berusaha mempercantik diri lebih <lulu, padahal sebenarnya mereka sudah cantik sebagai-
mana adanya.
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
keindahan bagi dirinya
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh rotiyesiaisah dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Wed, 17 Aug 22