Berikut ini adalah pertanyaan dari wardaniahkamila pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Sebuah Pesan6/4/16
Hei lelaki pemilik rindu, tak rindukah kau pada cerita
Yang kutitipkan dikotamu.
Tak ingatkah kau pada cumbu dalam gerimis yang basah
Sepanjang kenangan, seluas angan-angan.
1/4/17
---tembok itu tinggi, sayang
Adakah nyalimu melompati?
Sini, biar kubisikkan padamu
Tentang mimpi yang tak niscaya---
Senja mulai jatuh, Ia menatap nanar pada beranda. Sebuah pesan baru saja ia terima. Baru beberapa hari ini, disepanjang malam, ia tersedu menangis teringat sesuatu. Sebuah kiriman pesan dilayar handphonenya membuat dia benar-benar habis dihanyutkan kenangan. Kembali air mata menetes.
Ia pernah menyakiti seseorang, lelaki yang pada akhirnya dia terima dengan acuh tak acuh. Ia tahu lelaki itu sungguh baik, penyabar dan menyayanginya. Kesabaran yang tak pernah ada habisnya. Hingga sampai pada saat mungkin, kesabaran telah ada habisnya, ada hal-hal yang harus tetap berjalan ketika keinginan dan kemauan tidak sesuai kenyataan. Lelaki itu datang untuk pamitan pergi.
Dadanya terguncang, segala kengkuhannya seperti dihempaskan oleh mesin waktu, merangsek masuk kedalam dirinya. Rasa sesal membuncah, ia meneteskan air mata, tersedu. Lelaki itu kaget kemudian merengkuh ia kedalam pelukannya. Saat itu kebahagian datang dengan sangat sempurna.
Mereka berjalan sebagai sepasang kekasih menjalani saat-saat riang dengan cerita harapan, cita-cita dan menua bersama, melewati saat-saat sedih karena luka dan ketakutan-ketakutan yang sama.
Sekalipun telah berjalan sekian lama, ia tetap merasa dirinya telah berlaku kejam pada kekasihnya. Ia sungguh sangat menyayangi kekasihnya itu. Lelaki itu bisa memberinya banyak hal sehingga ia merasa utuh menjadi manusia. Lelaki yg mengajarkan padanya tentang kesederhanaan. Tapi entah mengapa, ia terkadang juga tak mengerti, mengapa dirinya selalu berprilaku yang bisa menyakiti kekasih yang sangat disayanginya. Mungkin ia ingin terus menguji bahwa kekasihnya itu benar-benar dicintainya. Mungkin juga ia merasa perlu untuk mengkondisikan kekasihnya dalam keadaan terancam terus menerus, bahwa hubungan mereka suatu saat bisa saja putus. Dengan cara begitu, lelaki tersebut akan memberikan kasih sayang yang luar biasa. Ia terus sibuk bagaimana membuat kekasihnya tersinggung, cemburu, sakit hati sekaligus khawatir sehingga ia sendiri tidak siap ketika datang sebuah keputusan diluar segala perkiraannya.
Setelah kekasih yang akhirnya meninggalkannya dengan penuh luka. Kini hanya ada kekosongan dimana-mana. Ruang kosong yang selalu merayapkan rasa getir dan sesal.
Konsentrasinya pada pekerjaan memang banyak membantunya untuk sejenak menghindar dari kerkahan kenangan. Perjalanan-perjalanan singkat yang ia lakukan diberbagai tempat semakin menggila. Tapi itu seperti membangun istana pasir. Ketika gelombang kenangan itu datang menyambar, tembok kokoh yang telah dibangun dengan segala aktifitas yang padat kembali luruh, hanyut, tak tersisa. Jika saat seperti itu kembali datang, ketika gelombang kenangan itu kembali menyambar, ia hanya bisa tersedu, dadanya seperti habis di sadap ngilu.
Sebuah pesan dilayar handphonenya membuatnya menangis dan menangis. Ia tak peduli lagi dengan kehidupannya, semacam mimpi, dan ia ingin bangun lalu mendapati kekasih yang sungguh mati benar-benar dicintainya tetap ada bersamanya.
Kini, ia sudah tak bisa mengharap apa-apa. Habis sudah. Selesai sudah kenangan yang diam-diam dibiarkan merambat untuk suatu saat menjelma menjadi kenyataan yang menggembirakan. Ia menunggu lelaki itu dan berharap suatu saat mendatanginya lagi. Mengungkapkan lagi cinta yang tulus, dan dengan suka cita ia akan menerimanya, berjanji untuk tidak mengulangi segala perilaku yang menyakiti lelaki yang disayanginya itu.
Kini kuncup-kuncup harapan itu benar-benar musnah, meranggas dihantam sebuah pesan yang berisi sebuah "undangan"
Dengan perasaan kosong, dalam gigil tangis yang tak terkata, sedih yang tak teraba, ia menyimpan pesan itu. Ia menatap nanar pada beranda.
0/8/18
Rasa tak pernah salah, katamu
Kuanggukkan kepala untuk itu
Yang salah
Kita akan merusak banyak hati
Membuatnya berdarah
Sekarat dan mati
Aku tak ingin
Menjadi pembunuh mereka
Sebaiknya kita saja
Kau dan Aku
Saling membunuh diri
De
September 2018
kritik sastra dari teks di atas adalah
Hei lelaki pemilik rindu, tak rindukah kau pada cerita
Yang kutitipkan dikotamu.
Tak ingatkah kau pada cumbu dalam gerimis yang basah
Sepanjang kenangan, seluas angan-angan.
1/4/17
---tembok itu tinggi, sayang
Adakah nyalimu melompati?
Sini, biar kubisikkan padamu
Tentang mimpi yang tak niscaya---
Senja mulai jatuh, Ia menatap nanar pada beranda. Sebuah pesan baru saja ia terima. Baru beberapa hari ini, disepanjang malam, ia tersedu menangis teringat sesuatu. Sebuah kiriman pesan dilayar handphonenya membuat dia benar-benar habis dihanyutkan kenangan. Kembali air mata menetes.
Ia pernah menyakiti seseorang, lelaki yang pada akhirnya dia terima dengan acuh tak acuh. Ia tahu lelaki itu sungguh baik, penyabar dan menyayanginya. Kesabaran yang tak pernah ada habisnya. Hingga sampai pada saat mungkin, kesabaran telah ada habisnya, ada hal-hal yang harus tetap berjalan ketika keinginan dan kemauan tidak sesuai kenyataan. Lelaki itu datang untuk pamitan pergi.
Dadanya terguncang, segala kengkuhannya seperti dihempaskan oleh mesin waktu, merangsek masuk kedalam dirinya. Rasa sesal membuncah, ia meneteskan air mata, tersedu. Lelaki itu kaget kemudian merengkuh ia kedalam pelukannya. Saat itu kebahagian datang dengan sangat sempurna.
Mereka berjalan sebagai sepasang kekasih menjalani saat-saat riang dengan cerita harapan, cita-cita dan menua bersama, melewati saat-saat sedih karena luka dan ketakutan-ketakutan yang sama.
Sekalipun telah berjalan sekian lama, ia tetap merasa dirinya telah berlaku kejam pada kekasihnya. Ia sungguh sangat menyayangi kekasihnya itu. Lelaki itu bisa memberinya banyak hal sehingga ia merasa utuh menjadi manusia. Lelaki yg mengajarkan padanya tentang kesederhanaan. Tapi entah mengapa, ia terkadang juga tak mengerti, mengapa dirinya selalu berprilaku yang bisa menyakiti kekasih yang sangat disayanginya. Mungkin ia ingin terus menguji bahwa kekasihnya itu benar-benar dicintainya. Mungkin juga ia merasa perlu untuk mengkondisikan kekasihnya dalam keadaan terancam terus menerus, bahwa hubungan mereka suatu saat bisa saja putus. Dengan cara begitu, lelaki tersebut akan memberikan kasih sayang yang luar biasa. Ia terus sibuk bagaimana membuat kekasihnya tersinggung, cemburu, sakit hati sekaligus khawatir sehingga ia sendiri tidak siap ketika datang sebuah keputusan diluar segala perkiraannya.
Setelah kekasih yang akhirnya meninggalkannya dengan penuh luka. Kini hanya ada kekosongan dimana-mana. Ruang kosong yang selalu merayapkan rasa getir dan sesal.
Konsentrasinya pada pekerjaan memang banyak membantunya untuk sejenak menghindar dari kerkahan kenangan. Perjalanan-perjalanan singkat yang ia lakukan diberbagai tempat semakin menggila. Tapi itu seperti membangun istana pasir. Ketika gelombang kenangan itu datang menyambar, tembok kokoh yang telah dibangun dengan segala aktifitas yang padat kembali luruh, hanyut, tak tersisa. Jika saat seperti itu kembali datang, ketika gelombang kenangan itu kembali menyambar, ia hanya bisa tersedu, dadanya seperti habis di sadap ngilu.
Sebuah pesan dilayar handphonenya membuatnya menangis dan menangis. Ia tak peduli lagi dengan kehidupannya, semacam mimpi, dan ia ingin bangun lalu mendapati kekasih yang sungguh mati benar-benar dicintainya tetap ada bersamanya.
Kini, ia sudah tak bisa mengharap apa-apa. Habis sudah. Selesai sudah kenangan yang diam-diam dibiarkan merambat untuk suatu saat menjelma menjadi kenyataan yang menggembirakan. Ia menunggu lelaki itu dan berharap suatu saat mendatanginya lagi. Mengungkapkan lagi cinta yang tulus, dan dengan suka cita ia akan menerimanya, berjanji untuk tidak mengulangi segala perilaku yang menyakiti lelaki yang disayanginya itu.
Kini kuncup-kuncup harapan itu benar-benar musnah, meranggas dihantam sebuah pesan yang berisi sebuah "undangan"
Dengan perasaan kosong, dalam gigil tangis yang tak terkata, sedih yang tak teraba, ia menyimpan pesan itu. Ia menatap nanar pada beranda.
0/8/18
Rasa tak pernah salah, katamu
Kuanggukkan kepala untuk itu
Yang salah
Kita akan merusak banyak hati
Membuatnya berdarah
Sekarat dan mati
Aku tak ingin
Menjadi pembunuh mereka
Sebaiknya kita saja
Kau dan Aku
Saling membunuh diri
De
September 2018
kritik sastra dari teks di atas adalah
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
...hhjjjvccfghjjnvgghbbbvvvvvv
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh bintanhumaira3 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Tue, 06 Jun 23