Muawiyah, seorang khalifah dari Kekhalifahan Umayyah, memilih untuk menerapkan sistem kerajaan monarki sebagai bentuk pemerintahan karena beberapa alasan yang melandasi keputusannya:

1. Pewarisan Kekuasaan: Muawiyah ingin memastikan kelanjutan kekuasaan dalam keluarganya. Dengan menerapkan sistem monarki, kekuasaan dapat diturunkan secara turun-temurun kepada anggota keluarga atau keturunan yang dipilih sebagai pewaris tahta. Hal ini memberikan stabilitas politik dan kontinuitas dalam pemerintahan.
2. Legitimasi Kekuasaan: Muawiyah ingin memperoleh legitimasi kekuasaannya melalui sistem monarki. Dalam sistem ini, kekuasaan diperoleh melalui warisan atau keturunan, sehingga dapat memberikan otoritas dan legitimasi yang kuat bagi penguasa. Hal ini dapat mengurangi perselisihan internal dan menciptakan stabilitas dalam negara.
3. Efisiensi dan Keefektifan: Dalam sistem monarki, kekuasaan terpusat pada satu individu atau keluarga kerajaan. Hal ini dapat mempercepat proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan, karena tidak perlu melibatkan proses demokrasi atau konsensus yang mungkin memakan waktu dan sulit untuk dicapai dalam sistem politik yang lebih demokratis.
4. Kesatuan Negara: Melalui sistem monarki, Muawiyah ingin memperkuat kesatuan dan stabilitas negara. Dalam sistem ini, kekuasaan pusat yang kuat dipegang oleh seorang penguasa dapat memastikan otoritas dan kepatuhan dari wilayah-wilayah yang lebih luas. Hal ini dapat membantu menjaga integritas wilayah kekhalifahan dan mencegah pemberontakan atau perpecahan.
5. Tradisi dan Budaya: Penggunaan sistem monarki juga dapat didasarkan pada tradisi dan budaya yang telah ada sebelumnya di wilayah tersebut. Pada masa itu, sistem monarki telah menjadi pola pemerintahan yang umum di banyak kerajaan dan kekaisaran di dunia Islam.

Pengenalan sistem monarki oleh Muawiyah di Kekhalifahan Umayyah memainkan peran penting dalam mengubah struktur pemerintahan dan menetapkan dasar-dasar pemerintahan yang berbeda dari sistem khalifah sebelumnya.