Sebelum menjadi laksemana , Hang Tuah disebut sebagai nelayan​.

Berikut ini adalah pertanyaan dari salmayoannita393 pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Atas

Sebelum menjadi laksemana , Hang Tuah disebut sebagai nelayan​.

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Hang Tuah merupakan seseorang pahlawan dan tokoh legendaris Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Malaka. Ia adalah seorang pelaut dengan pangkat laksamana dan juga petarung yang hebat di laut maupun di daratan.

Penjelasan:

Pada zaman dahulu kala, dikenal seorang kesatria bernama Hang Tuah. Keti­ka masih anak-anak, ia be­­ser­ta ke­­dua orangtuanya, Hang Mah­mud dan Dang Merdu, menetap di Pu­lau Bintan. Pulau ini berada di perairan Riau. Rajanya ada­lah Sang Maniaka, putra Sang Sapurba raja besar yang bermahligai di Bukit Siguntang.

Hang Mahmud berfirasat bahwa kelak anaknya akan menjadi seorang tokoh yang ter­kemuka. Saat berumur sepuluh tahun, Hang Tuah pergi berlayar ke Laut Cina Sela­tan disertai empat sahabatnya, yaitu Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Le­kir, dan Hang Lekiu. Dalam per­jalanan, me­reka ber­­­kali-kali diganggu oleh ge­rom­­bol­­­­an lanun. Dengan segala ke­­­be­ranian­nya, Hang Tuah beserta para sa­ha­­bat­nya mam­­­­­­­­­­pu me­ngalahkan ge­­­rom­­­bolan itu. Ka­­bar terse­but terdengar sam­pai ke te­linga Bendahara Pa­duka Raja Bintan, yang sangat kagum ter­hadap ke­beranian mereka.

Suatu ketika, Hang Tuah dan keempat sahabatnya berhasil mengalahkan empat pe­­ngamuk yang menyerang Tuan Ben­da­­­­hara. Tuan Bendahara kemudian meng­­ang­kat mereka sebagai anak angkatnya. Tuan Ben­­­dahara kemudian melaporkan tentang ke­­­­he­­­­­­bat­­­­­an mereka kepada Baginda Raja Syah Alam. Baginda Raja pun ikut merasa ka­gum dan juga mengangkat mereka se­­­ba­gai anak angkatnya.

Beberapa tahun kemudian, Ba­ginda Ra­ja berencana mencari tempat baru seba­gai pusat kerajaan. Ia beserta pung­gawa ke­rajaan, termasuk Hang Tuah dan para sa­­habat­nya, melan­cong ke seki­tar Selat Me­­­laka dan Selat Singapura. Rom­­bong­an akhir­­­nya sing­gah di Pu­lau Ledang. Di sana rom­­bong­­an me­­lihat seekor pelanduk (kancil) pu­tih yang ternyata sulit untuk ditangkap.

Menurut petuah orang tua-tua, jika me­­­­nemui pelanduk putih di hutan maka tem­pat itu bagus dibuat negeri. Akhirnya di sana dibangun sebuah negeri dan dinama­kan Melaka, se­suai nama pohon Melaka yang ditemukan di tempat itu.

Setelah beberapa lama memerintah, Ba­gin­da Raja berniat meminang seorang putri cantik bernama Tun Teja, putri tung­gal Bendahara Seri Benua di Kerajaan Indrapura. Namun, sayangnya putri itu me­­no­lak pinangan Bagin­da Raja. Akhir­nya, Baginda Raja meminang Raden Galuh Mas Ayu putri tunggal Seri Betara Maja­pahit, raja besar di tanah Jawa.

Sehari menjelang pernikahan, di ista­na Majapahit terjadi sebuah kegaduhan. Ta­ming Sari, prajurit Majapahit yang su­dah tua tapi amat tangguh, tiba-tiba meng­­­­­­amuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemu­dian menghadang Taming Sari. Hang Tuah mempunyai siasat cerdik de­ngan cara menukarkan kerisnya dengan keris Taming Sari.

Setelah keris ber­tukar, Hang Tuah ke­mu­­dian berkali-kali me­­nye­rang Taming Sari. Taming Sari baru ka­lah setelah keris sakti yang dipegang Hang Tuah ter­tikam ke tubuhnya. Hang Tuah ke­mu­dian diberi gelar Laksamana dan dihadiahi keris Taming Sari.

Baginda Raja bersama istri dan rom­­­­­­bong­annya kemudian kembali ke Melaka. Selama bertahun-tahun negeri ini aman dan tenteram. Hang Tuah menjadi laksa­mana yang amat setia kepada raja Melaka dan amat disayang serta dipercaya raja. Hal itu menimbulkan rasa iri dan dengki prajurit dan pegawai istana.

Suatu ketika tersebar fitnah yang menyebutkan bahwa Hang Tuah telah berbuat tidak sopan de­­ngan seorang dayang istana. Pe­­nyebar fitnah itu adalah Patih Kerma Wijaya yang merasa iri terhadap Hang Tuah. Bagin­da Raja marah mendengar kabar itu. Ia me­me­­­rintahkan Bendahara Paduka Raja agar mengusir Hang Tuah. Tuan Benda­ha­ra sebenarnya enggan melaksana­­­kan pe­­rintah Baginda Raja karena ia menge­ta­hui Hang Tuah tidak bersalah. Tuan Ben­da­hara menyarankan agar Hang Tuah cepat-cepat meninggalkan Melaka dan pergi ke Indrapura.

Di Indrapura, Hang Tuah mengenal se­­­orang perempuan tua bernama Dang Ratna, inang Tun Teja. Dang Ratna kemu­dian menjadi ibu angkatnya. Hang Tuah me­­minta Dang Ratna untuk menyampai­­kan pesan kepada Tun Teja agar mau me­­nya­yangi dirinya. Berkat upaya Dang Ratna, Tun Teja mau menyayangi Hang Tuah. Hu­­­­­­­­­bung­­an keduanya kemudian menjadi sangat akrab.

Suatu waktu, Indrapura kedatangan pe­rahu Melaka yang dipimpin oleh Tun Ratna Diraja dan Tun Bija Sura. Mereka me­­minta Hang Tuah agar mau kembali ke Melaka. Tun Teja dan Dang Ratna juga ikut bersama rombongan.

Sesampainya di Melaka, Hang Tuah ke­mu­­­dian bertemu dengan Baginda Raja. Hang Tuah berkata, “Mohon maaf, Tuanku, se­lama ini hamba tinggal di Indrapura. Ham­ba kembali untuk tetap mengabdi se­­­tia ke­pada Baginda.” Tun Ratna Diraja me­la­por­­­­kan kepada Baginda Raja bahwa Hang Tuah da­tang bersama Tun Teja, putri yang dulu diidam-idamkan Baginda Raja.

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh Meiyinmoon279 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Mon, 05 Sep 22