Berikut ini adalah pertanyaan dari mizunoakari86 pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Asal Usul BulelengDi daerah Klungkung, Bali, hiduplah seorang raja yang bergelar Sri Sagening. Ia memiliki banyak istri. Istrinya yang terakhir bernama Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek berasal dari desa Panji dan merupakan keturunan Kyai Pasek Gobleg. Awalnya Ni Luh Pasek bahagia. Tetapi, lama-kelamaan Sri Sagening tidak mencintai Ni Luh Pasek lagi. Akhirnya sewaktu mengandung, ia dikawinkan dengan Kyai Jelantik Bogol oleh suamnya yaitu Sri Sagening. Ni Luh Pasek hanya bisa pasrah.
Setelah ia melahirkan, anak itu diberi nama I Gusti Gede Pasekan. I Gusti Gede Pasekan mempunyai wibawa besar di Desa Gelgel. Ia sangat dicintai oleh pemuka masyarakat dan masyarakat biasa. Setelah ia berusia 20 tahun, ayah angkatnya menyuruhnya pergi ke Den Bukit. Ayah angkatnya berkata
“Anakku, sekarang pergilah engkau ke Den Bukit di daerah Panji !”.
“Mengapa saya harus pergi ke sana, Ayah?” I Gusti Gede Pasekan bertanya.
“Anakku, di sanalah tempat kelahiran ibumu".
“Baiklah, Ayah. Saya akan pergi ke sana,” ucap I Gusti Gede Pasekan.
Sebelum berangkat, ayah angkatnya berkata,
“Anakku, bawalah dua senjata bertuah ini, yaitu sebilah keris bernama Ki Baru Semang dan sebatang tombak bernama Ki Tunjung Tutur. Dengan senjata ini engkau pasti akan selamat.”
“Baik, Ayah. Saya akan membawa dua senjata ini.” Kata I Gusti Gede Pasekan.
Dalam perjalanan ke Den Bukit, I Gusti Gede Pasekan ditemani oleh empat puluh orang di bawah pimpinan Ki Dumping dan Ki Kadosot.
Setelah empat hari berjalan, tibalah mereka di suatu tempat yang disebut Batu Menyan. Mereka bermalam di sana. Malam itu, I Gusti Gede Pasekan dan Ibunya dijaga ketat oleh para pengiringnya secara bergiliran.
Pada tengah malam, tiba-tiba datang mahluk ajaib penghuni hutan. Dengan mudah sekali I Gusti Gede Pasekan diangkat ke atas pundak mahluk ajaib itu sehingga ia dapat melihat pemandangan lepas dari lautan dan daratan yang terbentang di depannya.
Ketika ia memandang ke arah timur dan barat laut, ia melihat pulau yang sangat jauh. Sedangkan, ketika ia memandang ke arah selatan, pemandangannya dihalangi oleh gunung. I Gusti Gede Pasekan merasa takjub dengan apa yang telah dilihatnya.
Setelah mahluk ajaib itu lenyap, ia mendengar suatu bisikan.
“Gusti, sesungguhnya daerah yang baru engkau lihat itu akan menjadi daerah kekuasaanmu.”
I Gusti Gede Pasekan terkejut mendengar suara gaib itu. Keesokan harinya rombongan I Gusti Gede Pasekan melanjutkan perjalanan. Walaupun perjalanan ini sukar dan jauh, akhirnya mereka berhasil juga mencapai tujuan dengan selamat.
Suatu hari ketika ia berada di desa ibunya, terjadilah peristiwa yang menggemparkan. Ada sebuah perahu Bugis yang terdampar di Pantai Panimbangan.
Pada mulanya orang Bugis meminta pertolongan nelayan di sana, tetapi mereka tidak berhasil membebaskan perahu yang kandas itu. Keesokan harinya, orang Bugis itu datang kepada I Gusti Gede Pasekan dan berkata,
“Kami sangat mengharapkan bantuan tuan. Jika Tuan berhasil mengangkat perahu kami, sebagian dari isi muatan perahu akan kami serahkan kepada Tuan sebagai upahnya.”
“Baiklah, saya akan mencoba mengangkat perahu yang kandas itu.”
I Gusti Gede Pasekan menggunakan tenaga gaibnya. Ilmu itu keluar berkat pemusatan pikirannya dan ia pun berhasil mengangkat perahu tersebut dengan mudah. Karena senangnya, orang Bugis itu pun menepati janjinya. Di antara hadiah yang diberikan itu terdapat terdapat dua buah gong besar. I Gusti Gede Pasekan sekarang sudah menjadi orang kaya, ia kemudian diberi gelar dengan sebutan I Gusti Panji Sakti.
Sejak kejadian itu, kekuasaan I Gusti Panji Sakti mulai meluas dan menyebar ke mana-mana. Ia pun mulai mendirikan suatu kerajaan baru di Den Bukit. Kira-kira pada pertengahan abad ke-17, ibu kota kerajaan itu disebut Sukasada. Setiap bulan, kerajaan itu semakin meluas dan berkembang.
Kemudian didirikannya kerajaan baru yang letaknya agak jauh dari Sukasada. Sebelum dijadikan kota, daerah itu banyak sekali ditumbuhi pohon buleleng. Sehingga, pusat kerajaan yang baru itu disebut Buleleng. Buleleng adalah nama pohon yang buahnya sangat digemari oleh burung perkutut.
Di pusat kerajaan baru itu didirikan istana megah, yang disebut Singaraja. Nama ini menunjukkan bahwa penghuninya adalah seorang raja yang seperti singa, gagah perkasa. Selain keterangan itu, ada pula yang mengatakan bahwa Singaraja berarti ‘tempat persinggahan raja’. Itu karena, ketika istananya masih ada di Sukasada, raja sering singgah ke sana. Jadi, kata Singaraja berasal dari singgah raja.
pesan moral cerita tersebut apa??
Setelah ia melahirkan, anak itu diberi nama I Gusti Gede Pasekan. I Gusti Gede Pasekan mempunyai wibawa besar di Desa Gelgel. Ia sangat dicintai oleh pemuka masyarakat dan masyarakat biasa. Setelah ia berusia 20 tahun, ayah angkatnya menyuruhnya pergi ke Den Bukit. Ayah angkatnya berkata
“Anakku, sekarang pergilah engkau ke Den Bukit di daerah Panji !”.
“Mengapa saya harus pergi ke sana, Ayah?” I Gusti Gede Pasekan bertanya.
“Anakku, di sanalah tempat kelahiran ibumu".
“Baiklah, Ayah. Saya akan pergi ke sana,” ucap I Gusti Gede Pasekan.
Sebelum berangkat, ayah angkatnya berkata,
“Anakku, bawalah dua senjata bertuah ini, yaitu sebilah keris bernama Ki Baru Semang dan sebatang tombak bernama Ki Tunjung Tutur. Dengan senjata ini engkau pasti akan selamat.”
“Baik, Ayah. Saya akan membawa dua senjata ini.” Kata I Gusti Gede Pasekan.
Dalam perjalanan ke Den Bukit, I Gusti Gede Pasekan ditemani oleh empat puluh orang di bawah pimpinan Ki Dumping dan Ki Kadosot.
Setelah empat hari berjalan, tibalah mereka di suatu tempat yang disebut Batu Menyan. Mereka bermalam di sana. Malam itu, I Gusti Gede Pasekan dan Ibunya dijaga ketat oleh para pengiringnya secara bergiliran.
Pada tengah malam, tiba-tiba datang mahluk ajaib penghuni hutan. Dengan mudah sekali I Gusti Gede Pasekan diangkat ke atas pundak mahluk ajaib itu sehingga ia dapat melihat pemandangan lepas dari lautan dan daratan yang terbentang di depannya.
Ketika ia memandang ke arah timur dan barat laut, ia melihat pulau yang sangat jauh. Sedangkan, ketika ia memandang ke arah selatan, pemandangannya dihalangi oleh gunung. I Gusti Gede Pasekan merasa takjub dengan apa yang telah dilihatnya.
Setelah mahluk ajaib itu lenyap, ia mendengar suatu bisikan.
“Gusti, sesungguhnya daerah yang baru engkau lihat itu akan menjadi daerah kekuasaanmu.”
I Gusti Gede Pasekan terkejut mendengar suara gaib itu. Keesokan harinya rombongan I Gusti Gede Pasekan melanjutkan perjalanan. Walaupun perjalanan ini sukar dan jauh, akhirnya mereka berhasil juga mencapai tujuan dengan selamat.
Suatu hari ketika ia berada di desa ibunya, terjadilah peristiwa yang menggemparkan. Ada sebuah perahu Bugis yang terdampar di Pantai Panimbangan.
Pada mulanya orang Bugis meminta pertolongan nelayan di sana, tetapi mereka tidak berhasil membebaskan perahu yang kandas itu. Keesokan harinya, orang Bugis itu datang kepada I Gusti Gede Pasekan dan berkata,
“Kami sangat mengharapkan bantuan tuan. Jika Tuan berhasil mengangkat perahu kami, sebagian dari isi muatan perahu akan kami serahkan kepada Tuan sebagai upahnya.”
“Baiklah, saya akan mencoba mengangkat perahu yang kandas itu.”
I Gusti Gede Pasekan menggunakan tenaga gaibnya. Ilmu itu keluar berkat pemusatan pikirannya dan ia pun berhasil mengangkat perahu tersebut dengan mudah. Karena senangnya, orang Bugis itu pun menepati janjinya. Di antara hadiah yang diberikan itu terdapat terdapat dua buah gong besar. I Gusti Gede Pasekan sekarang sudah menjadi orang kaya, ia kemudian diberi gelar dengan sebutan I Gusti Panji Sakti.
Sejak kejadian itu, kekuasaan I Gusti Panji Sakti mulai meluas dan menyebar ke mana-mana. Ia pun mulai mendirikan suatu kerajaan baru di Den Bukit. Kira-kira pada pertengahan abad ke-17, ibu kota kerajaan itu disebut Sukasada. Setiap bulan, kerajaan itu semakin meluas dan berkembang.
Kemudian didirikannya kerajaan baru yang letaknya agak jauh dari Sukasada. Sebelum dijadikan kota, daerah itu banyak sekali ditumbuhi pohon buleleng. Sehingga, pusat kerajaan yang baru itu disebut Buleleng. Buleleng adalah nama pohon yang buahnya sangat digemari oleh burung perkutut.
Di pusat kerajaan baru itu didirikan istana megah, yang disebut Singaraja. Nama ini menunjukkan bahwa penghuninya adalah seorang raja yang seperti singa, gagah perkasa. Selain keterangan itu, ada pula yang mengatakan bahwa Singaraja berarti ‘tempat persinggahan raja’. Itu karena, ketika istananya masih ada di Sukasada, raja sering singgah ke sana. Jadi, kata Singaraja berasal dari singgah raja.
pesan moral cerita tersebut apa??
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
Kita sebagai seorang anak harus patuh kepada orang tua karena merekalah yang merawat kita dari kecil hingga besar dan ketika orang tua memberi perintah, kita harus mengikutinya karena bisa jadi perintah tersebut merupakan jalan menuju kesuksesan kita
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh uta3917 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Fri, 04 Jun 21