Berikut ini adalah pertanyaan dari madewisnu064 pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
semoga bisa membantu anda
mari kita saling menghargai pendapat orang!!
Wajahnya mulai terlihat basah oleh keringat yang sedari tadi menyapu keriput kulit tuanya. Sesekali ia berhenti dibawah pepohonan yang rimbun teduh.
Ketika ia mengecek panci dagangannya yang masih penuh dan belum satupun laku terjual, ketika itu pula ia melihat wajah istri dan anaknya.
Ia menyeka keringat dengan handuk yang ia gantungkan di lehernya lalu kembali mengayuh sepedanya. Desa demi desa ia singgahi. Setiap desa terlihat sama, karena berdiri posko-posko covid-19 di setiap perbatasannya.
Mengingat memang sedang marak dan merebaknya virus yang berhasil mengguncang dunia akhir-akhir ini.
Pada setiap pintu masuk desa, orang yang baru diwajibkan melapor dan bahkan bisa berujung larangan masuk. Hal ini mengherankan karena setiap warga desanya yang merantau di kota-kota besar justru diperbolehkan masuk meskipun mendapat gelar dadakan sebagai ODP (Orang Dalam Pengawasan).
Lantas kenapa orang-orang yang jelas memiliki riwayat berpergian jauh seperti rantauan tersebut justru boleh-boleh saja masuk.
Sementara para pedagang keliling yang mungkin berasal dari beberapa desa tetangga justru banyak yang mendapat penolakan atau kesulitan untuk masuk karena jalannya dipagari rentetan bambu sedang atau besar yang memblokade jalan.
Rasa lelahnya tidak boleh sia-sia. Ia harus pulang dengan membawa rupiah. Hanya itu yang ada dalam benak pak tumin. Tapi sayang, raga rentannya justru tak sepaham dengan inginnya. Kakinya mulai lelah mengayuh. Ia berhenti di sebuah warung kopi kecil pinggir jalan.
Pak Tumin: Punten bu ngiring calik.
Ibu warung: Mangga pak.
Perutnya yang belum terisi sedari pagi sedikit memprotes keberadaannya. Ia bingung, mengingat belum sepeserpun uang yang ia dapat.
Mata sayunya sesekali melirik hamparan ubi goreng dan aneka gorengan lainnya. Tapi apa daya, ia harus mengubur dalam rasa inginnya. Melihat gelagat pak tumin seperti itu, si ibu pemilik warung tersebut mengerti dan merasa iba
Ibu warung: Pak silahkan ambil saja pak
Pak tumin: Ah terimakasih bu, saya hanya numpang duduk saja
Karena merasa malu, tak berapa lama pak tumin pamit
Pak tumin: Ibu terimaksih
Ibu warung: Tunggu dulu pak! ini saya bungkuskan beberapa gorengan untuk bapak
Pak tumin: Tapi bu, saya tidak punya uang, dagangan saya belum laku sama sekali
Ibu warung: Tidak usah pak, saya ikhlas, ini buat bapak di jalan, saya tahu bapak lapar, dari tadi saya tidak sengaja mendengar suara perut bapak hehe
Pak Tumin: Ah terimaksih bu terimakasih…
Ibu warung: Sama-sama pak
Pak tumin: Kalau begitu saya pamit bu
Wajah pak tumin sedikit sumringah melihat beberapa gorengan yang dibungkus koran tersebut. Sebenarnya bisa saja ia memakan dagangannya sendiri untuk sekadar memuaskan rasa laparnya.
Tapi ia berpikir bahwa jika cilok-cilok itu berhasil ditukar dengan uang, maka ia bisa merasakan rasa kenyang dan rasa bahagia itu bersama anak dan istrinya juga.
Tak jauh kemudian ia berhenti untuk menyantap gorengan pemberian tadi. Ternyata di dunia ini masih ada orang-orang yang baik pikirnya. Ia kembali menyetandarkan sepedanya, lalu duduk di batu pinggir jalan.
Ia membuka bungkusan itu, terlihat ada 5 buah gorengan yang sudah dingin. Ia melahap satu buah gorengan ubi sambil membaca tulisan yang ada dalam koran pembungkus tersebut. Ia menjumpai sebuah puisi yang berbunyi seperti ini
Tuhan Mengajarkan Melalui Corona
Karya KH Mustafa Bisri
Vatikan sepi
Yerusalem sunyi
Tembok ratapan Dipagari
Paskah tak pasti
Ka’bah tutup
Shalat jumat dirumahkan
Umroh batal
Shalat tarawih ramadhan mungkin juga bakal sepi
Corona datang
Seolah-olah membawa pesan bahwa ritual itu rapuh
Bahwa “hura-hura” atas nama tuhan itu semu
Bahwa simbol dan upacara itu banyak yang hanya menjadi topeng dan komoditi dagangan saja.
Ketika corona datang
Engkau dipaksa mencari tuhan
Bukan di Basilika Santo Petrus
Bukan di Ka’bah
Bukan di dalam Gereja
Bukan di Masjid
Bukan di Mimbar Khotbah
Bukan di Majelis Taklim
Bukan dalam misa Minggu
Bukan dalam sholat jumat
Melainkan,
Pada kesendirianmu
Pada mulutmu yang terkunci
Pada hakikat yang senyap
Pada keheningan yang bermakna.
Corona mengajarimu
Tuhan itu bukan (melulu) pada keramaian
Tuhan itu bukan (melulu) pada ritual
Tuhan itu ada pada jelan keputusasaanmu dengan dunia yang berpenyakit.
Corona memurnikan agama
Bahwa tidak ada yang boleh tersisa.
Kecuali Tuhan itu sendiri!
Tidak ada lagi indoktrinasi yang menjajah nalar.
Tidak ada lagi sorak sorai
memperdagangkan nama Tuhan.
Datangi, temui dan kenali DIA di dalam relung jiwa dan hati nuranimu sendiri
Temukan DIA di saat yang teduh di mana engkau hanya sendiri bersamaNya.
Penjelasan:
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh reyforsholland dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Sat, 17 Jul 21