Seorang sastrawan, Marco Kartodikromo atau lebih dikenal Mas Marco, nama dan karyanya seperti " Student Hidjo " yang tidak pernah disinggung atau dimasukkan ke dalam karya sastra.

Student Hidjo muncul tahun 1918 dalam cerita bersambung,baru setahun kemudian terbit dalam bentuk buku. Namun tak lama setelah beredar, karyanya disita oleh pemerintah kolonial sebab mengandung gerakan menentang kolonialisme dan dianggap membahayakan.

Pada masa peredaran novel, ada dua lembaga penting dalam penyediaan bacaan bagi rakyat Hindia Belanda. Pertama Komisi Bacaan Rakyat (1908) menerbitkan karya sastra terjemahan romentisme eropa. Kedua Balai Pustaka (1917) menerbitkan karya sastra dengan bahasa baku Melayu Tinggi. Tema yang diangkat Balai Pustaka adalah kritik terhadap adat kuno tentang kawin paksa.

Student Hidjo menggambarkan kehidupan kaum priyayi Jawa dengan kemudahan menimba ilmu. Suasana pergerakan dan tempat para tokoh mencurahkan sebagian waktu dan kegiatan,menjadikan novel ini kental dengan politik.