Semula aku memang sudah curiga. Mamat datang dengan membawa cerita, bahwa dia berasal dari Tegal. Umurnya belum lewat sepuluh tahun, tidak punya kerabat di ibu kota, dan terpisah dari teman yang diikutinya dari desa. Tampaknya ia belum makan sejak pagi, tangannya gemetar ketika berbicara. Ibuku yang gampang iba melihat orang menderita segeranya memberi sepiring nasi dan segelas air teh.Ada yang mendadak menggangu dalam kepala. Ucapannya tidak menunjukkan logat Tegal, bicaranya bukan gaya bicara bibi Iyah, pemilik warung Tegal di dekat gardu. Memang bicara Jakartanya patah-patah, tetapi ia menguasai bahasa kota dengan baik. Lagi pula nama Mamat kurang pas untuk anak asal Tegal.
Akan tetapi, hal ini tidak pernah aku bicarakan dengan ibuku. Aku masih ingin tahu lebih banyak tentang Mamat dengan caraku sendiri.
ibu menerima Mamat sebagai pembantu dengan tugas belanja ke pasar yang tidak begitu jauh dari rumah kami, membersihkan ubin tiap pagi, memompa air untuk kamar mandi dan gentong dapur.
Ternyata, Mamat anak yang rajin, periang, cerdik, bahkan bisa muncul cerita luvu dari mulutnya.

20. Tokoh Aku dalam kutipan buku fiksi tersebut memiliki watak . . . . *
a. suka menolong dan rajin
b. suka curiga dan berprasangka buruk
c. rajin, cerdik, dan periang
d. mudah iba dan suka menolong

21. Amanat kutipan buku fiksi tersebut adalah . . . . *
a. jangan mencari-cari kesalahan yang diperbuat oleh orang lain
b. Jangan menggunakan logat daerah ketika berbicara dengan orang Jakarta
c. Jangan memberikan makanan kepada orang yang belum kita kenal
d. Jangan suka berprasangka buruk terhadap orang lain yang baru kita kenal



kalau bener auto bintang 5​