Berikut ini adalah pertanyaan dari pdwistn pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang berbahagia,Pemilihan kata-kata oleh masyarakat akhir-akhir ini cenderung semakin menurun kesantunannya
dibandingkan dengan zaman saya dahulu ketika kanakkanak. Hal tersebut tampak pada ungkapan-
ungkapan pada banyak kalangan dalam menyatakan pendapat dan perasaannya, seperti ketika
berdemonstrasi ataupun rapat-rapat umum. Kata-kata mereka kasar atau bertendensi menyerang.
Tentu saja, hal itu sangat menggores hati yang menerimanya.
Gejala yang sama terlihat pula pada penggunaan bahasa oleh para politisi kita, misalnya ketika
melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Tanggapantanggapan mereka terdengar pedas,
vulgar, dan beberapa di antaranya cenderung provokatif. Padahal sebelumnya, pada zaman
pemerintahan Orde Baru, pemakaian bahasa dibingkai secara santun lewat pemilihan kata yang
dihaluskan maknanya (epimistis). Kita pun tentu gelisah sebagai orang tua.
Kita sering menyaksikan kebiasaan berbahasa anak-anak dan para remaja yang kasar dengan
dibumbui sebutan-sebutan antarsesama yang sangat miris untuk didengar. Fenomena tersebut
menunjukkan adanya penurunan standar moral, agama, dan tata nilai yang berlaku dalam
masyarakat itu. Ketidaksantunan berkaitan pula dengan rendahnya penghayatan masyarakat
terhadap budayanya sebab kesantunan berbahasa itu tidak hanya berkaitan dengan ketepatan dalam
pemilikan kata taupun kalimat. Kesantunan itu berkaitan pula dengan adat pergaulan yang berlaku
dalam masyarakat itu.
Penyebab utamanya adalah perkembangan masyarakat yang sudah tidak menghiraukan perubahan
nilai-nilai kesantunan dan tata krama dalam suatu masyarakat. Misalnya, kesantunan (tata krama)
yang berlaku pada zaman kerajaan yang berbeda dengan yang berlangsung pada masa
kemerdekaan dan pada masa kini. Kesantunan juga berkaitan dengan tempat: nilai-nilai
kesantunan di kantor berbeda dengan di pasar, di terminal, dan di rumah.
Pergaulan global dan pertukaran informasi juga membawa pengaruh pada pergeseran budaya,
khususnya berkaitan dengan nilai-nilai kesantunan itu. Fenomena demikian menyebabkan para
remaja dan anggota masyarakat lainnya gamang dalam berbahasa. Pada akhirnya mereka memiliki
kaidah berbahasa yang mereka anggap bergengsi, tanpa mengindahkan kaidah bahasa yang
sesungguhnya.
Sejalan dengan perubahan waktu dan tantangan global, banyak hambatan dalam upaya
pembelajaran tata krama berbahasa. Misalnya, tayangan televisi yang bertolak belakang dengan
prinsip tata kehidupan dan tata krama orang Timur. Sementara itu, sekolah juga kurang
memperhatikan kesantunan berbahasa dan lebih mengutamakan kualitas otak siswa dalam
penguasaan iptek.
Selain itu, kesantunan berbahasa sering pula diabaikan dalam lingkungan keluarga. Padahal,
belajar bahasa sebaiknya dilaksanakan setiap hari agar anak dapat menghayati betul bahasa yang
digunakannya. Anak belajar tata santun berbahasa mulai di lingkungankeluarga. Nilai-nilai
kesantunan berbahasa dalam beragama juga merupakan salah satu kewajiban manusia yang
bentuknya berupa perkataan yang lembut dan tidak menyakiti orang lain. Kesantunan dipadankan
dengan konsep qaulan karima yang berarti ucapan yang lemah lembut, penuh dengan pemuliaan,
penghargaan, pengagungan, dan penghormatan kepada orang lain. Berbahasa santun juga sama
maknanya dengan qaulan ma’rufa yang berarti berkata-kata yang sesuai dengan nilainilai yang
diterima dalam masyarakat penutur.
Oleh karena itu, pendidikan etika berbahasa memiliki peranan yang sangat penting. Pemerolehan
pendidikan kesantunan berbahasa sangat diperlukan sebagai salah satu syariat dalam beragama.
Dengan kesantunan, dapat tercipta harmonisasi pergaulan dengan lingkungan sekitar. Penanaman
kesantunan berbahasa juga sangat berpengaruh positif terhadap kematangan emosi seseorang.
Semakin intens kesantunan berbahasa itu dapat ditanamkan, kematangan emosi itu akan semakin
baik. Aktivitas berbahasa dengan emosi berkaitan erat. Kemarahan, kesenangan, kesedihan, dan
sebagainya tercermin dalam kesantunan dan ketidaksantunan itu.
Berbahasa santun seharusnya sudah menjadi suatu tradisi yang dimiliki oleh setiap orang sejak
kecil. Anak perlu dibina dan dididik berbahasa santun. Apabila dibiarkan, tidak mustahil rasa
kesantunan itu akan hilang sehingga anak itu kemudian menjadi orang yang arogan, kasar, dan
kering dari nilai-nilai etika dan agama. Tentu saja, kondisi itu tidak diharapkan oleh orangtua dan
masyarakat manapun.
Apa isi teks ceramah tersebut?
dibandingkan dengan zaman saya dahulu ketika kanakkanak. Hal tersebut tampak pada ungkapan-
ungkapan pada banyak kalangan dalam menyatakan pendapat dan perasaannya, seperti ketika
berdemonstrasi ataupun rapat-rapat umum. Kata-kata mereka kasar atau bertendensi menyerang.
Tentu saja, hal itu sangat menggores hati yang menerimanya.
Gejala yang sama terlihat pula pada penggunaan bahasa oleh para politisi kita, misalnya ketika
melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Tanggapantanggapan mereka terdengar pedas,
vulgar, dan beberapa di antaranya cenderung provokatif. Padahal sebelumnya, pada zaman
pemerintahan Orde Baru, pemakaian bahasa dibingkai secara santun lewat pemilihan kata yang
dihaluskan maknanya (epimistis). Kita pun tentu gelisah sebagai orang tua.
Kita sering menyaksikan kebiasaan berbahasa anak-anak dan para remaja yang kasar dengan
dibumbui sebutan-sebutan antarsesama yang sangat miris untuk didengar. Fenomena tersebut
menunjukkan adanya penurunan standar moral, agama, dan tata nilai yang berlaku dalam
masyarakat itu. Ketidaksantunan berkaitan pula dengan rendahnya penghayatan masyarakat
terhadap budayanya sebab kesantunan berbahasa itu tidak hanya berkaitan dengan ketepatan dalam
pemilikan kata taupun kalimat. Kesantunan itu berkaitan pula dengan adat pergaulan yang berlaku
dalam masyarakat itu.
Penyebab utamanya adalah perkembangan masyarakat yang sudah tidak menghiraukan perubahan
nilai-nilai kesantunan dan tata krama dalam suatu masyarakat. Misalnya, kesantunan (tata krama)
yang berlaku pada zaman kerajaan yang berbeda dengan yang berlangsung pada masa
kemerdekaan dan pada masa kini. Kesantunan juga berkaitan dengan tempat: nilai-nilai
kesantunan di kantor berbeda dengan di pasar, di terminal, dan di rumah.
Pergaulan global dan pertukaran informasi juga membawa pengaruh pada pergeseran budaya,
khususnya berkaitan dengan nilai-nilai kesantunan itu. Fenomena demikian menyebabkan para
remaja dan anggota masyarakat lainnya gamang dalam berbahasa. Pada akhirnya mereka memiliki
kaidah berbahasa yang mereka anggap bergengsi, tanpa mengindahkan kaidah bahasa yang
sesungguhnya.
Sejalan dengan perubahan waktu dan tantangan global, banyak hambatan dalam upaya
pembelajaran tata krama berbahasa. Misalnya, tayangan televisi yang bertolak belakang dengan
prinsip tata kehidupan dan tata krama orang Timur. Sementara itu, sekolah juga kurang
memperhatikan kesantunan berbahasa dan lebih mengutamakan kualitas otak siswa dalam
penguasaan iptek.
Selain itu, kesantunan berbahasa sering pula diabaikan dalam lingkungan keluarga. Padahal,
belajar bahasa sebaiknya dilaksanakan setiap hari agar anak dapat menghayati betul bahasa yang
digunakannya. Anak belajar tata santun berbahasa mulai di lingkungankeluarga. Nilai-nilai
kesantunan berbahasa dalam beragama juga merupakan salah satu kewajiban manusia yang
bentuknya berupa perkataan yang lembut dan tidak menyakiti orang lain. Kesantunan dipadankan
dengan konsep qaulan karima yang berarti ucapan yang lemah lembut, penuh dengan pemuliaan,
penghargaan, pengagungan, dan penghormatan kepada orang lain. Berbahasa santun juga sama
maknanya dengan qaulan ma’rufa yang berarti berkata-kata yang sesuai dengan nilainilai yang
diterima dalam masyarakat penutur.
Oleh karena itu, pendidikan etika berbahasa memiliki peranan yang sangat penting. Pemerolehan
pendidikan kesantunan berbahasa sangat diperlukan sebagai salah satu syariat dalam beragama.
Dengan kesantunan, dapat tercipta harmonisasi pergaulan dengan lingkungan sekitar. Penanaman
kesantunan berbahasa juga sangat berpengaruh positif terhadap kematangan emosi seseorang.
Semakin intens kesantunan berbahasa itu dapat ditanamkan, kematangan emosi itu akan semakin
baik. Aktivitas berbahasa dengan emosi berkaitan erat. Kemarahan, kesenangan, kesedihan, dan
sebagainya tercermin dalam kesantunan dan ketidaksantunan itu.
Berbahasa santun seharusnya sudah menjadi suatu tradisi yang dimiliki oleh setiap orang sejak
kecil. Anak perlu dibina dan dididik berbahasa santun. Apabila dibiarkan, tidak mustahil rasa
kesantunan itu akan hilang sehingga anak itu kemudian menjadi orang yang arogan, kasar, dan
kering dari nilai-nilai etika dan agama. Tentu saja, kondisi itu tidak diharapkan oleh orangtua dan
masyarakat manapun.
Apa isi teks ceramah tersebut?
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
bapak bapak dan ibuk ibuk berbagai
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh hendramagfiroh dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Tue, 15 Mar 22